PRIORITAS, 3/9/25 (Jakarta): Pengacara Ferry Juan melontarkan kritik tajam terhadap rombongan Komisi XI DPR RI yang melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Australia di saat Indonesia sedang rusuh. Diketahui, kunker tersebut dilakukan pada pekan lalu, Selasa 26 Agustus sampai Senin 1 September 2025, di saat kerusuhan merebak di sejumlah daerah di Indonesia.
Ketua Umum Depipus Baladhika Karya SOKSI (BKS) itu mengungapkan, agenda perjalanan tersebut diduga menghabiskan biaya hingga Rp6,5 miliar dari APBN. Bagi Ferry Juan, angka itu dianggap sangat mencederai rasa keadilan masyarakat di tengah kondisi fiskal negara yang sulit.
Menurut Ferry, perjalanan tersebut sulit dibedakan antara kegiatan kerja atau sekadar wisata terselubung. Pasalnya, kunjungan dilakukan bertepatan dengan akhir pekan saat sebagian besar instansi di Australia libur.
“Apakah ini kunker atau plesiran? Mereka tahu kondisi negara sedang tidak baik, rakyat menjerit, pajak dan iuran BPJS berpotensi naik, tetapi justru menikmati perjalanan mewah ke luar negeri,” ujarnya dalam keterangan kepada media di Jakarta, Selasa (2/9/25), dikirimkan ke Beritaprioritas Rabu (3/9/25).
Ia menilai penggunaan anggaran dalam jumlah besar itu jauh lebih fatal dibandingkan komentar sejumlah politisi mengenai tunjangan fantastis DPR. Ferry menegaskan, di saat masyarakat resah terhadap pemborosan anggaran, pengeluaran untuk kunker semacam ini seolah menjadi bentuk penghinaan terbuka kepada rakyat.
Lebih jauh Ferry juga menyinggung rekam jejak Komisi XI DPR yang sebelumnya pernah dikaitkan dengan kasus dugaan gratifikasi terkait program tanggung jawab sosial Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Menurutnya, praktik seperti ini semakin merusak citra lembaga legislatif dan memperdalam jurang ketidakpercayaan publik.
Tak cukup teguran formal
Ferry menegaskan, evaluasi terhadap para anggota DPR yang mengikuti kunker tidak boleh berhenti pada teguran formal. Ia mendorong adanya langkah konkret, mulai dari recall, pelarangan menduduki jabatan strategis, hingga pengembalian dana perjalanan ke kas negara. Bahkan, ia mengusulkan agar perjalanan itu diaudit secara menyeluruh oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia juga mengingatkan bahwa tanggung jawab bukan hanya berada di tangan individu anggota DPR, melainkan juga partai politik yang menaungi mereka. Partai, kata Ferry, harus menjadi pintu akuntabilitas politik. Menurutnya, jika partai justru melindungi kadernya, mereka turut menanggung dosa politik di mata rakyat.
“Wacana pembubaran DPR bukan lagi suara pinggiran. Ini tanda bahwa krisis legitimasi semakin nyata dan bisa menggoyahkan fondasi demokrasi kita,” tegasnya.
Ferry menutup pernyataannya dengan kalimat keras. Baginya, kunker senilai miliaran rupiah itu telah menjadi simbol gaya hidup mewah para wakil rakyat yang bertolak belakang dengan kondisi masyarakat. “Demokrasi mati bukan karena kritik rakyat, melainkan karena keserakahan wakil rakyatnya sendiri,” pungkasnya. (P-*/ht)