PRIORITAS, 5/9/25 (Miami): Iran diam-diam mengendalikan pabrik drone (pesawat nirawak) pengebom bunuh diri di Venezuela, saat kapal perang Amerika Serikat (AS) dikerahkan ke perairan Amerika Latin dan Karibia untuk mencegah penyelundupan narkoba.
Hal ini menjadi ancaman baru, karena posisi Venezuela relatif dekat dengan daratan Amerika Serikat, termasuk sejumlah fasilitas militernya.
“Industri pesawat tak berawak Venezuela, yang dibangun berdasarkan desain Iran, masih diawasi oleh spesialis Iran. Iran menghalangi staf lokal untuk masuk tanpa izin di tengah kebuntuan atas penempatan kapal perang AS di Karibia”, lapor Miami Herald seperti dikutip Beritaprioritas.com dari Iran International, hari Jumat (5/9/25).
Program drone Iran tersebut dimulai pada tahun 2006 ketika Caracas menandatangani kesepakatan militer dengan Teheran.
Perusahaan Iran, Qods Aviation Industries, diketahui memasok peralatan perakitan drone dan para insinyur Venezuela dilatih di Iran. Tim dari Iran kemudian bekerja di Pangkalan Udara El Libertador di Maracay.
Program tersebut kemudian menghasilkan pesawat drone pengintai, bersenjata, dan kamikaze (pengebom bunuh diri) yang meniru sistem Iran.
“Kerja sama dengan Iran sangat penting. Venezuela tidak mungkin mengembangkan drone sendiri, tetapi bahkan hingga saat ini, Iranlah yang mengendalikan fasilitas tersebut. Personel Venezuela tidak dapat masuk tanpa izin mereka,” ungkap seorang sumber, yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Peta letak Amerika Serikat dan Venezuela yang relatif tidak terlalu jauh untuk dijangkau drone.(doitintheamericas)
Disamarkan
Surat kabar Miami Herald mengatakan pihaknya telah mewawancarai setengah lusin orang yang mengetahui hubungan antara Caracas dan Teheran.
Mereka juga meninjau dokumen pemerintah Venezuela — beberapa ditandatangani Hugo Chávez (Presiden Venezuela waktu itu) — yang menunjukkan miliaran dolar disalurkan ke dalam kemitraan tersebut.
Banyak proyek yang disamarkan sebagai proyek sipil, seperti pabrik sepeda atau traktor, tetapi berfungsi sebagai kedok untuk pekerjaan militer yang lebih sensitif.
Pada intinya, Chávez mencari senjata yang dapat menantang kekuatan militer AS, lapor Herald.
Hugo Chaves meninggal 2013 dan kini digantikan Nicolas Maduro Moros, yang dikenal diktaktor serta diduga kuat mengendalikan industri narkoba di Venezuela. Maduro diketahui anti AS. Ia didukung Rusia, China, Iran, Kuba dan Turki.
Para analis di lembaga pemikir AS, termasuk Pusat Studi Strategis dan Internasional dan Inisiatif Diálogo Komando Selatan, menggambarkan pesawat tanpa awak tersebut sebagai “ancaman asimetris baru.”
Mereka memperingatkan sistem tersebut dapat digunakan tidak hanya terhadap lawan dalam negeri, tetapi juga ditransfer ke pemerintah lain atau kelompok bersenjata di Amerika Latin.
Mungkin sudah menyusup
Menteri Pertahanan Venezuela, Vladimir Padrino, mengatakan awal bulan ini negaranya akan mengerahkan pesawat nirawak, kapal perang, dan sekitar 15.000 tentara di dekat Kolombia.
Ia mengatakan langkah ini bertujuan untuk mempertahankan kedaulatan dan memerangi perdagangan narkoba.
Presiden AS, Donald Trump, telah memerintahkan pengerahan kapal perusak berpeluru kendali, kapal amfibi, sebuah kapal penjelajah, sebuah kapal selam, dan ribuan Marinir ke wilayah tersebut, sebagai bagian dari operasi antinarkotika.
Venezuela menyebut peningkatan operasi tersebut, sebagai tindakan permusuhan dan meminta PBB untuk campur tangan.
Kekhawatiran tentang peran Iran di Venezuela baru mencuat akhir-akhir ini, setelah AS semakin intensif melakukan tindakan represif terhadap para imigran dari negara-negara Amerika Latin, terutama yang memiliki geng kriminal berbahaya yang berhubungan dengan kartel narkoba.
Awal bulan ini, Daily Mail melaporkan lebih dari 10.000 orang dari Iran, Suriah, dan Lebanon diduga diberikan paspor Venezuela antara tahun 2010 dan 2019.
Mantan pejabat AS mengatakan kepada surat kabar tersebut beberapa penerima mungkin sudah menyusup ke Amerika Serikat.(P-Jeffry W)
No Comments