PRIORITAS, 10/8/25 (Jakarta): Sarifah Ainun Jariyah tak ingin kebijakan tergesa-gesa. Anggota Komisi I DPR RI itu menilai wacana pemerintah menerapkan Payment ID harus mempertimbangkan kesiapan sistem dan perlindungan hak warga.
Dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (10/8/25), ia memaparkan tiga opsi yang menurutnya realistis dijalankan.
Tiga opsi sudah ia susun rapi. Pertama, perbaikan sistem pajak dengan kompensasi otomatis bagi wajib pajak. Kedua, penundaan penerapan Payment ID sampai keamanan data benar-benar siap.
Ketiga, pelaporan berkala menggantikan pelaporan per transaksi. Usulan itu ia sandingkan dengan praktik di negara lain sebagai bahan perbandingan.
“Kita harus belajar dari negara lain. Insentif, bukan paksaan. Perlindungan, bukan eksploitasi. Komisi I DPR akan terus mengawal isu ini untuk memastikan hak warga terlindungi,” kata Sarifah.
Ia menunjuk Australia sebagai contoh paling dekat. Di negeri itu, setiap pembelian memang dilaporkan, tapi pemerintah memberi tax refund 10–15 persen. Sarifah menilai pola insentif ini membuat masyarakat mau patuh tanpa merasa terbebani.
“Sistem kita belum siap memberikan penghargaan serupa kepada wajib pajak,” ujar dara cantik yang juga legislator fraksi PDI Perjuangan ini.
Diperkuat data pajak
Data pajak memperkuat keberatannya. Angka dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukkan hanya 16,5 juta dari 275 juta penduduk yang aktif membayar pajak. Rendahnya kepatuhan ini, menurutnya, tak lepas dari minimnya insentif dan rapuhnya infrastruktur digital.
Kerentanan itu terukur dari data resmi. Indonesia Data Protection Authority mencatat 3.814 kasus kebocoran data sepanjang 2023–2024. Situasi ini membuat Sarifah meragukan keamanan penerapan Payment ID dalam waktu dekat.
Laporan PPATK menambah daftar kekhawatiran. Sebanyak 120 ribu rekening bank ditemukan dijual bebas di media sosial dan e-commerce.
Sarifah mengingatkan, kasus kebocoran data BPJS Kesehatan yang menimpa 279 juta orang pada 2023 hingga kini belum diiringi kompensasi layak bagi korban.
Integrasi data perbankan pun belum tuntas. Nomor KTP dan NPWP di bank belum tersambung, sehingga dikhawatirkan memicu masalah baru bila Payment ID dipaksakan.
“Kalau dipaksakan sekarang, yang muncul malah masalah baru,” ucapnya.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun menahan langkah. Menkeu Sri Mulyani menegaskan kajian wacana ini masih berlangsung, dengan perlindungan data pribadi sebagai syarat utama sebelum kebijakan diterapkan. (P-Khalied M)