Tonton Youtube BP

BPOM temukan peredaran kosmetik ilegal di Indonesia menembus Rp1,8 triliun

Zamir Ambia
9 Dec 2025 16:56
2 minutes reading

PRIORITAS, 9/12/25 (Jakarta): Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menyatakan, nilai peredaran kosmetik ilegal di Indonesia selama periode 10–21 November 2025 telah mencapai sekitar Rp1,866 triliun.

“Setelah kita lakukan olah perkara dan semuanya hari ini kita umumkan, dan ternyata nilai ekonominya Rp1,86 triliun. Tentu ini adalah angka yang besar,” kata Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (9/12/25).

Taruna memaparkan, nilai tersebut terungkap setelah BPOM melakukan intensifikasi pengawasan kosmetik menjelang akhir 2025, baik melalui pemeriksaan langsung maupun pemantauan online.

Sedikitnya 109 merek

Ia menambahkan, sebagian besar temuan berasal dari produk tanpa izin edar serta kosmetik impor yang tidak memiliki dokumen ekspor-impor yang valid. BPOM berhasil mengidentifikasi sedikitnya 109 merek dengan total distribusi mencapai 408.054 produk.

“Temuan didominasi oleh produk impor sebesar 65 persen dengan rincian sebagai berikut, tanpa izin edar 94,30 persen, kesalahan kedua yaitu mengandung bahan dilarang termasuk skincare etiket biru tidak sesuai dengan ketentuan 1,99 persen. Selanjutnya kosmetik kadaluarsa 1,47 persen, cara penggunaan tidak sesuai dengan definisi kosmetik 1,46 persen, kosmetik impor tanpa surat keterangan impor itu 0,78 persen,” tutur Taruna.

Banyak risiko

Taruna menegaskan, penggunaan kosmetik ilegal membawa banyak risiko, sebab mutu dan keamanannya tidak terjamin serta berpotensi mengandung zat berbahaya seperti merkuri, hidrokuinon, asam retinoat, maupun pewarna yang bisa mengancam kesehatan.

“Dampaknya seperti iritasi kulit, bintik-bintik hitam atau okronosis, perubahan bentuk atau fungsi organ janin teratogenik, hingga menyebabkan kanker yang bersifat karsinogenik,” ujarnya, dikutip dari Antara.

Taruna menambahkan, intensifikasi pengawasan tersebut dilakukan terhadap 984 sarana, dan hasilnya menunjukkan 470 di antaranya, atau sekitar 47,8 persen, tidak memenuhi ketentuan.

Seluruh sarana tersebut terdiri atas 372 distributor ritel kosmetik (79,15 persen), 69 klinik dan salon kecantikan (14,68 persen), 14 pengecer atau reseller kosmetik (2,98 persen), 6 importir kosmetik (1,28 persen), 5 Badan Usaha Pemilik Notifikasi (BUPN) kosmetik (1,6 persen), serta 4 industri kosmetik (0,85 persen).

Oleh karena itu, ia menjelaskan, BPOM menindaklanjuti hasil pengawasan tersebut dengan berbagai langkah administratif, seperti memerintahkan penarikan produk, pemusnahan, penghentian sementara aktivitas, pencabutan izin edar, hingga pencabutan sertifikat cara pembuatan kosmetik yang baik.

“Selain pemberian sanksi administrasi oleh BPOM terhadap pelaku usaha, khususnya importir, juga telah direkomendasikan sanksi hingga penutupan akses importasi kosmetik kepada Direktur Jenderal, Bea dan Cukai (Kemenkeu),” ucap Taruna Ikrar.

“Pemberian sanksi ini diharapkan dapat memberikan efek jerah bagi pelaku usaha hingga ke depan kepatuhan pelaku usaha kosmetik akan meningkat dalam penjaminan peredaran kosmetik yang aman, bermutu, dan berdaya saing,” tutur Taruna Ikrar. (P-Zamir)

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Video Viral

Terdaftar di Dewan Pers

x
x