PRIORITAS, 19/3/25 (Washington): Sebuah laporan menyebutkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump diduga mempertimbangkan untuk menyerahkan wilayah Krimea milik Ukraina kepada Rusia. Ini mungkin menjadi salahsatu barter agar Rusia mau menyetujui gencatan senjata dan menghentikan perang secara permanen.
Klaim ini juga menyebutkan dugaan tersebut bisa jadi kenyataan, karena presiden Vladimir Putin memang sejak lama sering mengatakan, tidak akan mengembalikan semenanjung Krimea yang sudah diduduki Rusia. Demikian seperti dikutip Beritaprioritas.com dari The Independent, hari Rabu (19/3/25).
Rusia secara ilegal mencaplok wilayah Krimea pada tahun 2014 setelah presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych, digulingkan menyusul protes pro-Eropa. Sejak saat itu, wilayah tersebut digunakan sebagai pos persinggahan untuk mendukung upaya perang Rusia ke Ukraina.
Dua sumber yang mengetahui diskusi tersebut mengatakan kepada situs berita Semafor, pemerintahan Trump mempertimbangkan untuk mengakui aneksasi ilegal ini, meskipun ini adalah salah satu dari banyak opsi yang sedang dibahas.
Pejabat pemerintah juga disebutkan telah membahas kemungkinan AS mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melakukan hal yang sama, mengakui agresi Rusia atas Krimea.
Namun Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Brian Hughes mengatakan kepada situs tersebut pemerintah “tidak membuat komitmen seperti itu”.
Putin setuju gencatan senjata
Presiden Donald Trump sudah berbicara sekitar selama 90 menit dengan Presiden Rusia Vladimir Putin melalui telepon, hari Selasa. Mereka membahas soal perang di Ukraina. Putin kabarnya menyetujui usulan gencatan senjata selama 30 hari dengan Ukraina.
Trump dan Putin mengadakan panggilan telepon berisiko tinggi untuk membahas diakhirinya invasi Rusia ke Ukraina. Trump mengklaim banyak elemen dari kesepakatan damai telah disetujui Rusia.
Meskipun Rusia telah sepakat gencatan senjata 30 hari dengan Ukraina, namun belum diketahui kapan realisasi pelaksanaannya.
Gedung Putih mengatakan panggilan telepon itu dimulai pada pukul 2 siang GMT dan “berjalan dengan baik.” Ini adalah bagian dari upaya diplomatik yang intensif untuk menghentikan perang .
Panggilan telepon itu seharusnya dimulai pukul 1 siang GMT, tetapi Putin saat itu masih hadir dalam pertemuan dengan para oligarki di sebuah konferensi bisnis di Moskow hingga pukul 1.52 siang.
Ketika ditanya oleh mantan menteri ekonomi Alexander Shokhin apakah ia akan terlambat berbicara dengan Trump, Putin hanya bercanda tidak ada gunanya mendengarkan juru bicaranya (Peskov), yang mengumumkan jadwal panggilan telepon pagi itu. Para hadirin tertawa saat ia menyampaikan komentar tersebut.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sempat menyatakan keraguannya terhadap Rusia, karena hanya melakukan basa-basi kepada Washington.
Menanggapi pernyataan Putin yang setuju gencatan senjata usulan AS, Zelenskyy mengaku harus mendengar penjelasan langsung dari Presiden AS, Donald Trump, agar tidak salah mengambil langkah-langkah strategis.
Jika gencatan senjata tercapai, ini menjadi satu langkah maju menuju perdamaian setelah perang besar Rusia dan Ukraina pecah tiga tahun lalu, pada 24 Februari 2022. (P-Jeffry W).