Tonton Youtube BP

Redenominasi rupiah masuk Prolegnas, BI: Tak bisa tergesa-gesa

Wilson Lumi
11 Nov 2025 06:36
4 minutes reading

PRIORITAS, 11/11/2025 (Jakarta): Rencana redenominasi rupiah kembali menjadi percakapan hangat di ruang publik. Setelah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025–2029, wacana penyederhanaan digit rupiah ini kembali memantik rasa penasaran: kapan sebenarnya redenominasi dimulai?

Di tengah riuhnya interpretasi publik, Bank Indonesia (BI) memilih berdiri pada satu prinsip: hati-hati dan tepat waktu.

Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menegaskan bahwa redenominasi bukan sekadar mengganti nominal pada uang. Di balik tiga huruf “Rp” itu, ada ekosistem besar yang harus dimatangkan: politik, ekonomi, sosial, hukum, hingga kesiapan logistik dan teknologi informasi.

“Bank Indonesia akan tetap fokus menjaga stabilitas rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi selama proses redenominasi berlangsung,” ujar Ramdan, Senin (10/11/25).

Di ruang kebijakan, redenominasi hanya satu bagian dari upaya jangka panjang untuk memperkuat kredibilitas rupiah. Tujuan utamanya sederhana tetapi strategis: memangkas digit tanpa memangkas daya beli.

Dalam simulasi sederhananya, uang Rp1.000 akan berubah menjadi Rp1. Nilainya tidak berubah, tetapi kemudahan transaksi meningkat. Mesin-mesin pembayaran lebih efisien, pencatatan keuangan lebih ringkas, dan kepercayaan publik terhadap mata uang domestik dapat terdongkrak.

Dilansir Kompas (10/1/25) menyebut, BI menekankan bahwa desain redenominasi dilakukan melalui koordinasi intensif dengan berbagai lembaga pemerintah dan pemangku kepentingan. Publik tidak boleh dibiarkan bingung. Itu salah satu syarat utama.

Tidak mengherankan bila pemerintah menetapkan target penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi hingga 2027, seperti tercantum dalam PMK Nomor 70 Tahun 2025. RUU ini sudah masuk Prolegnas Jangka Menengah 2025–2029 sebagai inisiatif pemerintah atas usulan BI.

Namun, tahapan pembahasan ternyata belum sampai pada detail teknis.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan berbeda mengingatkan bahwa meski RUU tersebut masuk dalam dokumen perencanaan, pemerintah belum mulai membahas langkah-langkah teknis redenominasi.

“Belum kita bahas. Ya, tidak dalam waktu dekat,” kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan.

Ia juga belum memastikan dukungan politik dari Presiden Prabowo Subianto terhadap inisiatif ini. “Nanti kita bahas ya,” ujarnya singkat.

Pernyataan itu menandakan satu hal: meski kerangka hukum mulai disusun, momentum implementasi masih menunggu kondisi yang lebih kondusif.

Redenominasi memang bukan kebijakan populis, tetapi merupakan langkah modernisasi mata uang dan sistem pembayaran. Banyak negara yang sukses melakukannya, seperti Turki dan Korea Selatan, tetapi satu benang merah yang sama: semua dilakukan pada saat ekonomi stabil dan publik memahami tujuannya.

Indonesia tampaknya bergerak ke arah sana—perlahan tetapi terukur. Untuk sekarang, redenominasi tetap menjadi agenda strategis jangka menengah. Namun garis startnya masih tersimpan rapat di ruang rapat pemerintah dan BI.

Yang jelas, ketika saat itu tiba, rupiah tidak akan kehilangan nilainya. Yang berubah hanyalah jumlah digitnya—lebih ringkas, lebih modern, dan diharapkan lebih membanggakan.

Tidak dalam waktu dekat

Sementara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebagaimana dilansir Tribunnews memilih menjawab dengan gaya khasnya—blak-blakan, santai, namun sarat pesan.

Saat ditanya kapan penyederhanaan nilai rupiah itu akan diterapkan, Purbaya tak ingin memberi janji yang tidak pasti. “Redenominasi itu kebijakan bank sentral, dan dia nanti akan terapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya,” ujar Purbaya, Senin (10/11/25).

Pernyataan itu seperti menegaskan satu hal: bola ada di tangan Bank Indonesia (BI). Meski rencana redenominasi tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029, Kemenkeu bukan penentu tanggal pelaksanannya.

Di tengah banyaknya spekulasi, Purbaya memastikan satu hal: redenominasi tidak akan diterapkan dalam waktu dekat. “Enggak sekarang, enggak tahun depan,” katanya.

Jawaban itu sekaligus meluruskan anggapan bahwa masuknya redenominasi ke Renstra Kemenkeu otomatis menandai dimulainya reformasi mata uang dalam hitungan bulan. Faktanya, prosesnya jauh lebih kompleks—melibatkan kesiapan ekonomi, sosial, teknis, hingga komunikasi publik yang masif.

Dalam kesempatan itu, Purbaya juga mengaku tak mengetahui pasti kapan implementasi redenominasi dilakukan BI. Dengan nada bercanda yang menyisip sedikit keluhan, ia berkata: “Kan bank sentral sudah kasih pernyataan tadi, kan. Jadi, jangan gue yang digebukin, gue digebukin terus.”

Kalimat itu menangkap dinamika yang kerap terjadi di ruang publik: kementerian keuangan sering menjadi sasaran pertanyaan, padahal secara otoritas hukum, pelaksanaan teknis justru berada di BI.

Meski demikian, wacana redenominasi terus mengalir seiring masuknya RUU Redenominasi dalam Prolegnas 2025–2029. Penyelesaiannya ditargetkan pada 2027, tetapi implementasinya bisa jauh setelah itu—bergantung pada kondisi nasional.

Untuk sekarang, satu pesan menguat: redenominasi adalah proses bertahap, dan pemerintah belum menekan tombol start.

Di balik candaan “jangan gue yang digebukin,” Purbaya seperti ingin mengingatkan publik bahwa reformasi mata uang bukan sekadar menghapus tiga nol. Ia adalah keputusan besar yang menuntut ketepatan momentum—dan Indonesia masih menimbang waktu terbaiknya.(P-*/bwl)

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Video Viral

Terdaftar di Dewan Pers

x
x