PRIORITAS, 11/6/25 (Jakarta): Kemampuan sineas Indonesia di kancah perfilman internasional sejatinya tak perlu diragukan, sudah di kelas dunia. Setidaknya, dua orang sutradara Indonesia sudah memulai dengan menyutradarai film yang dibintangi aktor dan aktris Hollywood ternama.
Pertama adalah Timo Tjahjanto, yang dipercaya mengarahkan aktor sekelas Jason Statham untuk bermain dalam film “The Beekeeper 2” (2025). Sebelumnya ada Mouly Surya sutradara “Trigger Warning” dibintangi aktris sekaliber Jessica Alba.
Satu lagi, Kimo Stamboel, kini terlibat dalam produksi bersama tim dari serial ternama Korea Selatan, Kingdom, untuk film thriller “Abadi Nan Jaya” (The Elixir).
Hal itu diungkapkan produser “The Shadow Strays”, Wicky Olindo, dalam acara diskusi panel mengenai masa depan sinema Indonesia, yang diinisiasi Motion Picture Association (MPA) bersama pemangku kepentingan perfilman nasional, di Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (11/6/25).

Sejumlah pemangku kepentingan film Indonesia menjadi pembicara dalam diskusi tersebut. Sekain Wicky, mereka antara lain Ruben Hattari (Netflix), Angga Dwimas Sasongko (Visinema, produser film animasi JUMBO), Linda Gozali (produser Qodrat 2), dan Mira Lesmana (Miles Films, produser Rangga & Cinta).
Wicky mengenang cerita di balik produksi film “The Beekeeper 2” di mana Timo Tjahjanto mendapat kepercayaan menjadi sutradara. Katanya, tahun 2024 lalu Jason Statham menonton film yang diproduksi Wicky dan disutradarai Timo berjudul “The Shadow Strays”. “Setelah dia menonton film ini, Jason berkata, ‘Saya ingin orang yang membuat ini menjadi sutradara saya’,” tutur Wicky.
Satu pencapaian lain yang tak kalah spektakuler adalah film “JUMBO”. Meski dikerjakan sineas lokal, prestasinya mendunia. Film animasi yang kemudian menjadi “Film Terlaris Indonesia Sepanjang Masa” itu diputar di sejumlah negara.
Angga Dwimas Sasongko dari Visinema Pictures yang memproduksi “JUMBO”, mengatakan, “Ketika cerita lokal dibuat dengan kualitas global, dunia merespons”.
Jumbo menjadi film animasi terlaris sepanjang masa di Indonesia, meraih lebih dari 10 juta penonton dan menghasilkan lebih dari 20 juta dolar AS dalam pendapatan “box office” lokal, melampaui “Frozen 2”. Namun tak hanya itu, film animasi tersebut juga tayang hingga ke 30 negara.
Salah satu kesimpulan diskusi panel tersebut adalah, jika sineas Indonesia mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan standar kualitas produksi dan penceritaan, akan sangat menarik bagi aktor internasional untuk ikut terlibat dalam proyek-proyek unik dan memiliki nilai jual global dari tangan sineas Indonesia. Apalagi jika sambil tetap mempertahankan kekhasan lokal, misalnya seni bela diri tradisional, mitologi, atau budaya. (P-Rebecca WT)