PRIORITAS, 25/3/25 (Washington): Rencana pasukan Amerika Serikat untuk melakukan serangan ke sarang pemberontak Houthi di Yaman, ternyata sempat bocor. Detail rangkaian pemboman termasuk senjata, target, hari dan jam serangan pasukan AS ke Yaman, adalah laporan rahasia yang bocor tersebut.
Pemerintah Donald Trump saat ini sedang pusing menghadapi tuduhan teledor dan tidak bertanggung jawab atas rahasia negara, setelah rencana serangan ke Yaman bocor dalam rangkaian pembicaraan teks di aplikasi Signal.
“Rangkaian pesan yang dilaporkan tampaknya asli, dan kami sedang meninjau bagaimana nomor yang tidak disengaja ditambahkan ke rangkaian tersebut,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Brian Hughes.
Partai Demokrat yang menjadi ‘oposisi’ menuding kebocoran tersebut menggambarkan pemerintah yang dipimpin Trump ceroboh, berbahaya dan tidak tertib mengelola informasi atau data penting negara Amerika Serikat.
“Kecerobohan yang ditunjukkan oleh kabinet Presiden Trump sungguh mengejutkan dan berbahaya”, kata Senator dari Partai Demokrat Jack Francis Reed mengecam kebocoran tersebut, seperti dikutip Beritaprioritas.com dari The Independent, hari Selasa (25/3/25).
Mantan Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, yang berulang kali diserang oleh Donald Trump karena menggunakan server email pribadi, juga menyindir keteledoran tersebut. “Anda pasti bercanda,” kata Hillary yang juga isteri mantan presiden AS Bill Clinton, ketika memposting artikel Atlantic di X.
Diundang bergabung
Seorang jurnalis AS pemimpin redaksi majalah The Atlantic Jeffrey Goldberg, secara tidak sengaja diundang bergabung dalam obrolan grup Signal, yang berisi pembahasan Menteri Pertahanan (Menhan) Pete Hegseth, Wakil Presiden JD Vance, dan pejabat tinggi Amerika lainnya, mengenai rencana serangan terhadap pemberontak Houthi di Yaman, 15 Maret 2025.
Goldberg menulis di majalahnya, ia mendapat pemberitahuan beberapa jam sebelum penyerangan melalui obrolan grup di Signal. Kebocoran tersebut dapat sangat merugikan AS saat sebelum serangan. Tetapi beruntung, Goldberg tidak segera menyebarkan rencana tersebut, sampai AS menyerang Yaman.
Presiden Trump mengelak ketika ditanya wartawan. “Saya tidak tahu apa pun tentang itu. Anda memberi tahu saya tentang itu untuk pertama kalinya.” Ia juga hanya mengatakan “serangan itu sangat efektif”.
Goldberg menulis Menteri Pertahanan Hegseth mengirim informasi tentang serangan tersebut, termasuk “target, senjata yang akan dikerahkan AS, dan urutan serangan”, ke obrolan grup tersebut.
“Menurut teks Hegseth yang panjang, ledakan pertama di Yaman akan terasa dua jam dari sekarang, pada pukul 1:45 siang waktu timur,” tulis Goldberg — garis waktu yang dibuktikan di lapangan di Yaman.
Goldberg mengatakan dia ditambahkan ke grup obrolan tersebut dua hari sebelumnya, dan menerima pesan dari pejabat tinggi pemerintah AS lainnya berisi siapa perwakilan yang akan menangani serangan ke Yaman tersebut.
Benci Eropa
Pada tanggal 14 Maret, seseorang yang diidentifikasi sebagai Vance (Wapres JD Vance) menyatakan keraguannya untuk melaksanakan serangan ke Yaman tersebut, dengan mengatakan tidak suka “menyelamatkan Eropa lagi,” karena negara-negara di sana lebih terdampak oleh serangan Houthi terhadap kapal-kapal pengiriman barang dibandingkan Amerika Serikat.
Kontributor obrolan grup teridentifikasi sebagai Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz dan Hegseth, keduanya mengirim pesan menyatakan hanya Washington, yang memiliki kemampuan untuk melakukan serangan tersebut.
Pejabat yang terakhir mencatat bahwa ia memiliki “rasa benci yang sama terhadap Eropa yang memanfaatkan secara cuma-cuma.”
Dan seseorang yang diidentifikasi sebagai “SM” — mungkin penasihat Trump, Stephen Miller — berpendapat “jika AS berhasil memulihkan kebebasan navigasi dengan biaya besar, perlu ada keuntungan ekonomi lebih lanjut yang diambil sebagai imbalannya.”
Signal-gate
Mantan menteri pertahanan dan Direktur intelijen AS (CIA), Leon Panetta, menyebut kasus itu Signal–gate merujuk kasus Iran-gate. Ia bahkan menyerukan pemecatan teradap orang-orang yang menyebabkan bocornya rencana perang tersebut.
“Ini adalah kesalahan serius. Bisa melanggar undang-undang spionase dan merusak keamanan nasional kita,” tegas Panetta.
Leon Panetta , yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan direktur CIA di bawah Barack Obama, berharap Gedung Putih menanggapi hal ini dengan serius, karena kebocoran rencana perang seperti ini membahayakan nyawa pasukan AS.
Dunia mengetahui sesaat sebelum pukul 2 siang waktu timur pada tanggal 15 Maret 2025 Amerika Serikat membombardir target-target Houthi di seluruh Yaman.
“Namun, saya tahu dua jam sebelum bom pertama meledak. Alasan saya mengetahui hal ini adalah karena Pete Hegseth, menteri pertahanan, telah mengirimi saya rencana perang melalui pesan teks pada pukul 11:44 pagi. Rencana tersebut mencakup informasi yang tepat tentang paket senjata, target, dan waktu,” ungkap Goldberg.(P-Jeffry W)