PRIORITAS, 15/14/24 (Jakarta): Deputi Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati, menegaskan bahwa rencana Presiden RI Prabowo Subianto untuk memberikan amnesti kepada sekitar 44.000 narapidana perlu dilakukan dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi.
“ICJR pada dasarnya mendukung langkah-langkah yang berlandaskan kemanusiaan dan HAM. Namun, proses pemberian amnesti harus dilakukan secara akuntabel dan transparan,” ujar Maidina dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Perlunya Dasar Kebijakan yang Jelas
Maidina menyarankan agar teknis pemberian amnesti dirumuskan dalam peraturan yang dapat diakses oleh publik, minimal setara dengan peraturan menteri. Hal ini bertujuan untuk menjamin standardisasi proses penilaian dan pelaksanaan amnesti.
“Penilaian harus berbasis pada hasil pembinaan, dengan memperhatikan aspek psikososial dan kesehatan narapidana,” tambahnya.
ICJR mendukung amnesti bagi narapidana pengguna narkotika. Menurut Maidina, pengguna narkotika untuk kebutuhan pribadi seharusnya tidak dipenjara.
“Amnesti untuk pengguna narkotika harus dilegitimasi melalui pengesahan revisi Undang-Undang Narkotika yang mengatur dekriminalisasi pengguna narkotika,” kata Maidina.
ICJR juga mengkritisi pemberian amnesti untuk narapidana kasus penghinaan presiden. Menurut ICJR, kriminalisasi penghinaan presiden dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Baru seharusnya dihapuskan.
Terkait narapidana yang sakit, Maidina mengingatkan bahwa tindak pidana yang dilakukan warga binaan perlu dipertimbangkan.
“Jika narapidana tersebut melakukan tindak pidana dengan korban teridentifikasi, maka grasi atau pengampunan presiden adalah opsi yang lebih tepat dibandingkan penghapusan pidana melalui amnesti,” tegasnya dilansir Antara.
Maidina juga menyoroti rencana memanfaatkan narapidana yang diberi amnesti untuk program swasembada pangan dan komponen cadangan (komcad). Menurutnya, rencana ini berpotensi eksploitatif.
“Jika narapidana diberikan pekerjaan sebagai bagian dari pembinaan, mereka tetap berhak mendapatkan upah. Hal ini dapat dilakukan tanpa harus mengaitkannya dengan program amnesti,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo memimpin rapat terbatas bersama sejumlah menteri Kabinet Merah Putih pada Jumat (13/12), yang salah satu agendanya membahas pemberian amnesti kepada narapidana tertentu.
Menurut data Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, terdapat sekitar 44.000 narapidana yang memenuhi kriteria untuk diusulkan memperoleh amnesti. Namun, jumlah pasti masih dalam tahap asesmen dan akan dipertimbangkan oleh DPR. (P-bwl)