Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman. (Foto EFE-EPA)
PRIORITAS, 18/12/24 (Riyadh): Ada perkembangan menarik dalam konstelasi hubungan Arab Saudi dengan Israel. Sebuah media Israel, Haaretz bahkan melaporkan ‘terobosan’ dalam pembicaraan normalisasi antara Arab Saudi dan Israel. Tetapi, pejabat Arab Saudi terkesan masih membantah laporan tersebut.
Sebagaimana dilaporkan, Israel dan Arab Saudi telah mencapai terobosan dalam pembicaraan seputar normalisasi hubungan, demikian Haaretz melaporkan pada Selasa (17/12/24) sebagaimana dikutip Beritaprioritas.com (18/12/24).
Selanjutnya media liberal Israel itu menambahkan, normalisasi tersebut dapat dikaitkan dengan kesepakatan gencatan senjata yang sulit dipahami dimana akan mengakhiri perang Israel di Gaza.
Sebuah sumber yang mengetahui negosiasi tersebut mengatakan kepada Haaretz, alih-alih Israel menyetujui permintaan Arab Saudi untuk pengakuan negara Palestina, kedua belah pihak sepakat, Israel akan memberikan komitmen yang tidak jelas tentang “jalan menuju negara Palestina”.
Pejabat Arab Saudi masih membantah
Secara terpisah, reporter Axios, Barak Ravid di X mengutip seorang pejabat Saudi yang membantah laporan tersebut, dengan mengatakan telah terjadi terobosan seperti itu.
“Gagasan bahwa kepemimpinan kerajaan entah bagaimana telah mengubah komitmennya yang telah lama ada untuk pembentukan negara Palestina yang merdeka sama tidak berdasarnya,” kata pejabat Arab Saudi tersebut, seperti dikutip dari Middle East Eye, Rabu (18/12/24).
“Kerajaan Arab Saudi akan terus berupaya mengakhiri perang di Gaza dan membantu rakyat Palestina meraih hak mereka untuk mendirikan negara merdeka,” ungkap pejabat tersebut.
Sikap ‘mendua’ putra mahkota
Sementara itu, di depan publik, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman telah menyebut tindakan Israel di Gaza sebagai genosida, dan mengatakan, tidak akan ada normalisasi Arab Saudi dengan Israel tanpa pengakuan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Tetapi, sumber yang dekat dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kepada Haaretz, putra mahkota “tidak memiliki kepentingan pribadi dalam pengakuan resmi negara Palestina dan hanya membutuhkan kemajuan dalam masalah tersebut untuk mengamankan dukungan politik dan agama dalam negeri untuk kesepakatan tersebut”.
Kemudian, berita Haaretz menggemakan laporan di majalah The Atlantic, dimana mengungkapkan, Mohammed bin Salman mengatakan kepada Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, dia secara pribadi tidak peduli dengan apa yang disebutnya sebagai “masalah Palestina”.
“Tujuh puluh persen populasi saya lebih muda dari saya,” katanya kepada Blinken.
“Bagi sebagian besar dari mereka, mereka tidak pernah benar-benar tahu banyak tentang masalah Palestina. Jadi, mereka baru pertama kali diperkenalkan dengan masalah ini melalui konflik ini. Ini masalah besar. Apakah saya pribadi peduli dengan masalah Palestina? Saya tidak peduli, tetapi rakyat saya peduli, jadi saya perlu memastikan ini berarti,” ujar Pangeran Salman dalam laporan dari The Atlantic itu.
Diketahui, selama beberapa tahun, pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah berusaha untuk mengamankan perjanjian normalisasi antara Arab Saudi dan Israel tanpa hasil, dan dengan beberapa minggu tersisa hingga Presiden terpilih Donald Trump menjabat, Biden hanya punya sedikit waktu untuk menyegel apa yang akan menjadi kesepakatan diplomatik penting.
Pembicaraan langsung Israel dan Hamas
Lalu, laporan dari Haaretz muncul saat pembicaraan tidak langsung antara Hamas dan Israel semakin mendekati kesepakatan untuk gencatan senjata di Gaza.
Seperti disebutkan seorang sumber Palestina kepada Middle East Eye pada hari Senin (16/12/24) lalu, “dinamika baru” telah muncul dalam pembicaraan tersebut dan membantah laporan di media AS dan Israel, “dimana Hamas telah mengakui garis merahnya, yang meliputi gencatan senjata permanen, penarikan penuh pasukan Israel, dan pengembalian semua orang yang mengungsi ke rumah mereka.”
Sementara itu, pada hari Selasa (17/12/24), beberapa sumber mengatakan kepada Reuters, kesepakatan “diharapkan akan ditandatangani dalam beberapa hari mendatang”, demikian metrotvnews.com.
Lantas, pihak Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan singkat, ada “diskusi serius dan positif yang berlangsung di Doha” pada hari Selasa (17/12/24) dan kesepakatan “mungkin” terjadi jika Israel berhenti mengajukan persyaratan baru. (P-jr)