PRIORITA, 18/4/24 (Ambon) : Untuk menjaga kelestarian dan tradisi Pukul Manyapu atau Baku Pukul Sapu Lidi, maka dalam memperingati 7 Syawal 1445 Hijriah digelar tradisi adat tersebut.
Ribuan masyarakat Maluku memeriahkan atraksi budaya “pukul sapu lidi” yang digelar di Negeri Morella, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.
Acara yang digelar di lapangan negeri tersebut menarik perhatian masyarakat, baik anak-anak maupun orang dewasa. Atraksi “pukul sapu lidi” diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan Lebaran dan tujuh hari setelah Idul Fitri 1445 Hijriah.
“Ini memang sudah menjadi kegiatan rutin setiap tahun saat Lebaran, tujuh hari setelah Idul Fitri,” kata Raja (Upu) Negeri Morella Fadil Sialana di Ambon, Rabu.
Gubernur Maluku Murad Ismail mengajak semua pihak, di penghujung masa jabatannya ini dapat menggalakkan tradisi baku pukul sapu lidi.
“Marilah kita menjaga adat dan tradisi kita ini dengan sebaik-baiknya. Pukul Manyapu sudah menjadi agenda tahunan dan sudah masuk dalam kalender festival pariwisata tahunan di Provinsi Maluku,” kata ujar Gubernur Murad dalam keterangan tertulis yang diterima di Ambon, Kamis.
Hal itu diutarakan Gubernur Murad saat membuka tradisi Pukul Manyapu dalam rangka memperingati 7 Syawal 1445 Hijriah di Negeri Mamala, Maluku .
Sementara itu Penjabat (Pj) Bupati Maluku Tengah Rakib Sahubawa mengungkapkan acara Baku Pukul Sapu Lidi adalah adat warisan budaya yang kaya dan unik dari masyarakat dan telah menjadi bagian dari identitas serta kebanggaan tersendiri bagi warga di daerah tersebut.
“Saya ingin menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Upulatu (raja) serta tokoh adat dan tokoh agama Negeri Mamala-Morella dan semua pihak yang telah bekerja keras dalam menyukseskan agenda Pukul Sapu dengan baik. Upaya ini, tidak hanya untuk menjaga tradisi para leluhur, tetapi juga untuk menjaga rasa persatuan dan kesatuan, persaudaraan dan gotong royong kita semua,” ucapnya
Baku Pukul Manyapu sendiri menurut sejarahnya diciptakan oleh seorang tokoh Islam dari Maluku bernama Imam Tuni. Tradisi ini dipertunjukkan sebagai perayaan atas keberhasilan pembangunan masjid yang selesai dibangun pada 7 Syawal.
Pasukan pimpinan Kapitan Telukabessy ini bertempur untuk mempertahankan Benteng Kapahaha dari serbuan VOC, meskipun pada akhirnya harus mengalami kekalahan dan Benteng Kapahaha berhasil ditaklukkan. Untuk menggambarkan kekalahan tersebut, pasukan Telukabessy mengambil lidi enau dan saling mencambuk diri hingga berdarah.
Tradisi ini dipandang sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan masyarakat. (P-ANT/wr) foto ilustrasi istimewa.