Sementara itu, Kejaksaan Agung juga bersiap membongkar penyimpangan (fraud) yang dilakukan PT Indofarma Tbk (INAF). Bahan awal sudah disampaikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pada Senin lalu, BPK menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif terkait Pengelolaan Keuangan Indofarma, anak perusahaan, dan instansi terkait lainnya tahun 2020 hingga 2023 kepada Kejaksaan Agung.
BPK menemukan penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam pengelolaan keuangan PT Indofarma Tbk dan anak perusahaan yang mengakibatkan indikasi kerugian negara Rp371,83 miliar.
Temuan tersebut terkandung dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigasi terkait Pengelolaan Keuangan PT Indofarma Tbk, Anak Perusahaan, dan Instansi Terkait Lainnya Tahun 2020 hingga 2023 yang diserahkan BPK kepada Jaksa Agung di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (20/5/24) lalu.
Pemeriksaan ini merupakan inisiatif BPK yang berasal dari pengembangan hasil pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2020 hingga Semester I Tahun 2023 pada PT Indofarma Tbk, Anak Perusahaan, dan Instansi Terkait.
Staf Khusus III Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Arya Sinulingga mengungkapkan, akar masalah dugaan penyimpangan (fraud) pengelolaan keuangan PT Indofarma Tbk (INAF).
Dia menyebutkan, tindakan tersebut diduga berasal dari anak perusahaan PT Indofarma Global Medika yang tidak menyetorkan hasil pendistribusian produk.
Indofarma Global Medika merupakan cucu usaha dari PT Biofarma (Persero) yang bertugas untuk mendistribusikan produk-produk dari Indofarma.
Disebut Arya, dari tagihan sebesar Rp470 miliar dari produk yang telah didistribuskan kepada pihak ketiga, tidak pernah disetorkan kepada Indofarma sehingga mengganggu pengelolaan keuangan.
“Di sana ditemukan ada Rp470 miliar, dana yang harusnya masuk ke Indofarma, itu enggak disetor oleh Indofarma Global Medika,” ujar Arya melalui video konfirmasi yang dikutip di Jakarta, Rabu (22/5/24) kemarin.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, semua distributor telah membayarkan tagihan kepada Indofarma Global Medika. Namun, tagihan-tagihan tersebut tidak pernah sampai kepada Indofarma.
Arya memaparkan, tagihan yang tidak pernah diterima tersebut membuat Indofarma kesulitan untuk membayar gaji karyawan sejak Maret 2024.
Investasi fiktif PT Taspen
Sementara itu, PT Taspen juga sedang diusut KPK terkait dugaan investasi fiktif. Saat ini KPK sedang menunggu perhitungan final kerugian keuangan negara yang timbul dalam kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen (Persero).
Nilai investasi Taspen yang didalami KPK dalam penyidikan nilainya mencapai Rp1 triliun.
Terkait investasi ini, KPK memperoleh data awal dugaan kerugian keuangan negara mencapai ratusan miliar rupiah.
“Kesimpulan akhirnya adalah lembaga yang menghitung kerugian keuangan negara. Ratusan miliar tadi yang saya sebutkan data yang sudah kami peroleh,” kata Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Kamis (9/5/24).
Ali Fikri menyampaikan, KPK kini terus menelusuri lebih jauh dugaan investasi fiktif tersebut. Dalam rangka penyidikan, KPK juga telah menggali keterangan sejumlah saksi, salah satunya Direktur Utama nonaktif PT Taspen, Antonius NS (ANS) Kosasih.
“Nanti putusan akhirnya ada pada lembaga yang menghitungnya baik itu BPK maupun BPKP, bahkan kemudian diaudit forensik KPK sendiri apakah nanti disimpulkan di akhir kerugian itu total Rp 1 triliun itu ataukah mungkin di bawahnya,” tutur Ali Fikri. (P-INV/jr) — foto ilustrasi istimewa