27.1 C
Jakarta
Sunday, February 16, 2025

    Terlibat skandal e-KTP dan buron lebih dari 3 tahun, siapa Paulus Tannos?

    Terkait

    PRIORITAS, 24/1/25 (Jakarta):  Hari ini, Jumat (24/1/25) Menteri Koordinator Bidang Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengumumkan, buronan kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos ditangkap di Singapura pada Rabu (22/1/25). “Yang bersangkutan sudah ditangkap oleh otoritas Singapura dua hari yang lalu,” ujarnya kepada wartawan.

    Penantian aparat keamanan dan pemerintah Indonesia untuk meringkus Paulus Tannos yang buron sejak 21 Okotober 2021 atau lebih dari tiga tahun, terbayar sudah. Saat ini, proses ektradisi Paulus Tannos sedang diurus pihak-pihak terkait dari Indonesia di Singapura.

    Segera setelah berita tentang tertangkapnya Paulus Tannos beredar, dunia maya langsung ramai. Berbagai unggahan tentang pengusaha yang saat ini sudah berusia 70 tahun itu, viral. Tak ketinggalan kasus KTP Elektronik alias e-KTP juga digoreng berbagai pihak. Kesaksian Paulus Tannur pun lantan sangat dinanti agar kasus yang merugikan negara Rp2,3 triliun itu terkuak jelas.

    Saat skandal atau kasus korupsi tersebut terbongkar pada 2014, nilai korupsi Rp2,3 triliun tergolong megakorupsi. Banyak pihak juga sudah menjadi pesakitan karena tersandung kasus ini. Mulai dari aparat pemerintah, anggota DPR, pengusaha, hingga pengacara.

    Sebagian besar sudah diproses hukum, tapi ada yang lolos. Paulus Tannos salah satunya. Ia melarikan diri ke luar negeri menggunakan identitas palsu. Lalu, siapa sebetulnya Paulus Tannos?

    Dihimpun dari berbagai sumber, Beritaprioritas.com menulis seputar kiprah pengusaha yang disebut-sebut dekat dengan Setya Novanto dalam kasus e-KTP, dan berganti kewarganegaan di salah satu negara di Afrika selatan itu.

    Sosialita

    Saat kasus e-KTP merebak, sosok Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra. Ia lahir di Jakarta pada 8 Juli 1954. Berarti saat ini usianya sudah 70 tahun 5 bulan, dan ketika ditetapkan sebagai buronan pada 21 Oktober 2021, ia berusia .

    Dari sisi keluarga, Paulus Tannos tercatat menikah dengan Lina Rawung dan memiliki seorang putri bernama Catherine Tannos. Keduanya sempat menjadi fokus penyelidikan KPK terkait dugaan keterlibatan atau pengetahuan mereka tentang aliran dana hasil korupsi. Upaya pencekalan terhadap mereka dilakukan agar proses hukum dapat berjalan tanpa hambatan.

    Dalam penelusuran Beritaprioritas.com, sang istri, Lina Rawung, di tahun 2000-an aktif dalam kegiatan sosial bersama Komunitas Pelita Karmel, Jakarta. Terdapat foto saat Lina Rawung Tannos membagikan bingkisan kepada anak-anak yatim piatu pada sebuah yayasan sosial.

    Pada deretan foto lainnya, perempuan rupawan itu banyak terlihat dalam kegiatan dan acara-acara para perempuan sosialita, baik di dalam maupun luar negeri, seringnya di Singapura.

    Terdapat satu foto di mana Lina berpose bersama putrinya, Chaterine Tannus, dalam sebuah acara bernama Sotheby’s Singapore Fetes Asia’s First Look Sculpture Selling Exhibit di Singapore Botanic Gardens, dan foto tersebut dimuat di Majalah Wardrobe Trends Fashion (WTF) edisi 23 November 2012.

    Istri dan puteri Paulus Tannos, Lina Rawung (kiri) dan Cahterine Tannos, dalam sebuah acara yang diadakan di Singapore Botanic Gardens, Singapura. (WTF)

    Keuntungan fantastis Rp140 milyar!

    Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka atas pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP Elektronik atau e-KTP) tahun 2011 hingga 2013 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

    Perusahaan milik Paulus Tannos, yaitu PT Sandipala Artha Putra, terbukti mendapatkan keuntungan fantastis yakni Rp 140 miliar dari hasil proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 itu. “Dari 2011-2013 sekitar Rp 140 miliar sekian, atau 27 persen,” ujar mantan Asisten Manager Keuangan PT Sandipala, Fajri Agus Setiawan, saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/5/17).
    Dalam skandal korupsi e-KTP, PT Sandipala Artha Putra, yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), bertugas mencetak 51 juta blanko e-KTP. Fajri mengungkap bahwa harga produksi satu keping e-KTP adalah Rp 7.500. Namun, dari konsorsium, harga yang ditetapkan mencapai Rp 14.000 lebih per keping.

    “Menurut hitungan kami Rp7.500 rupiah per keping. Belakangan saya tahu sekitar Rp 16 ribu,” ungkap Fajri dalam persidangan.

    Pada 13 Agustus 2019, Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya, di antaranya adalah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014-019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi, ditetapkan sebagai tersangka baru atas kasus korupsi e-KTP.

    Namun, sejak ia ditetapkan sebagai tersangka, Paulus kabur ke luar negeri. Pada awalnya, keberadaan Paulus Tannos terdeteksi oleh KPK di Thailand. Pada awal tahun 2023, KPK menyebut bahwa Paulus Tannos sudah berganti kewarganegaraan.

    “Iya betul (ubah kewarganegaraan). Informasi yang kami peroleh demikian,” ucap Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri, Selasa (8/8/23), tulis Wartakota.com edisi Jumat (24/1/25) mengutip Tribunnews.com.

    Ali hanya mengatakan Paulus Tannos mengubah kewarganegaraannya di Indonesia. Namun, saat itu KPK enggan mengungkap negara yang dimaksud. Kemudian terungkap fakta baru, red notice terhadap Paulus terlambat diterbitkan karena ia diketahui telah berganti nama dan mungkin juga mengubah kewarganegaraannya.

    Ganti kewarganegaraan di Afrika

    Paulus Tannos (tengah) dinyatakan buron oleh KPK pada Oktober 2021 lalu dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) bersama buronan lainnya seperti Harun Masiku (kedua dari kiri), tapi karena yang bersangkutan mengganti identitas dengan pindah kewargenagaraan, penangkapan sempat mengalami kendala. (Media Indonesia)

    KPK menduga ada pihak yang berupaya menghalangi proses penyidikan Paulus Tannos. Diduga salah satu indikasinya terkait perubahan identitas dan kewarganegaraan Paulus Tannos.

    “Kalau dari sisi apakah itu menghalangi proses penyidikan, kan nyatanya tim penyidik tidak bisa membawa yang bersangkutan sekalipun sudah di tangan,” ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (10/8/2023).

    KPK mengaku heran dengan perubahan identitas dan kewarganegaraan Paulus Tannos. “Ini yang kami tidak habis pikir, kenapa buronan bisa ganti nama di Indonesia dan punya paspor negara lain, sehingga pada kami saat menemukan dan menangkapnya tidak bisa memulangkan yang bersangkutan ke Indonesia,” kata Ali.

    Pergantian identitas ini memunculkan kecurigaan adanya pihak tertentu yang membantu proses tersebut. Anehnya, pergantian identitas ini dilakukan saat Tannos berada di luar negeri, yang seharusnya tidak memungkinkan.

    KPK mengungkap Paulus Tannos kini tak lagi memegang paspor Indonesia. Ia telah mengganti kewarganegaraannya menjadi warga negara di salah satu negara Afrika bagian selatan dengan nama baru.

    Akibat perubahan ini, KPK terhalang untuk membawa Paulus kembali ke tanah air guna menghadapi hukum atas keterlibatannya dalam kasus megakorupsi KTP-el. “Karena memang namanya berbeda, kewarganegaraannya berbeda, tentu otoritas negara yang kami datangi dan ketika melakukan penangkapan itu tidak membolehkan untuk membawanya,” ujar Ali.

    Apakah ini berarti Paulus Tannos belum tentu bisa dipulangkan ke Indonesia dari Singapura? (P-ht)

    - Advertisement -spot_img

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    - Advertisement -spot_img

    Terkini