PRIORITAS, 15/6/25 (Jakarta): Menteri Kebudayaan Fadli Zon harus meminta maaf kepada masyarakat Tionghoa di Indonesia lantaran tidak mengakui adanya peristiwa pemerkosaan saat tragedi 1998.
“Sebagai penyintas, pernyataan Fadli Zon memperparah luka kami. Ini bukti negara mengabaikan penyelesaian pelanggaran HAM,” ungkap Perwakilan Forum Aktivis Perempuan Muda (FAMM), Tuba Falopi dalam siaran pers di Jakarta, Minggu (15/6/25).
Dikatakan Tuba, kekerasan seksual pada saat itu menjadi salah satu instrumen kekuasaan yang brutal, terutama kepada kaum masyarakat Tionghoa.
Hal tersebut harus menjadi perhatian pemerintah saat ini, yakni dengan cara memberikan perhatian lebih kepada para korban. “Negara gagal melindungi dan memilih menutup mata,” jelasnya.
Tionghoa belum tercatat dalam sejarah
Sebagaimana siaran pers yang sama, Diyah Wara Restiyati dari Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia mengatakan, hingga saat ini, masyarakat Tionghoa belum sepenuhnya tercatat dalam sejarah Indonesia.
“Mulai dari masa sebelum kemerdekaan sampai reformasi, sejarah masyarakat Tionghoa belum masuk. Ketika Bapak Fadli Zon mengatakan tidak ada kekerasan terhadap perempuan Tionghoa pada Mei 1998, itu melukai kami,” katanya.
Dikatakan Diyah yang juga sebagai korban pada masa itu mengaku merasa sakit hati dengan pernyataan Fadli Zon yang menyebut peristiwa kelam yang dialami warga Tionghoa hanyalah rumor. “Ini bukti negara mengabaikan penyelesaian pelanggaran HAM,” ujarnya. (P-*r/Armin M)