29 C
Jakarta
Thursday, July 10, 2025

    Sudah masuk musim kemarau, kenapa masih hujan? Ini kata BMKG

    Terkait

    PRIORITAS, 23/5/25 (Jakarta): Sesuai masanya, pihak BMKG menyatakan sejumlah wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau. Tetapi hujan juga masih sering mengguyur. Lalu, kenapa sudah musim kemarau tapi masih hujan?

    Terkait itu, pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, memasuki periode minggu terakhir Mei 2025, dinamika cuaca di sebagian besar wilayah Indonesia masih menunjukkan pola peralihan musim dengan cuaca yang cepat berubah, cenderung cerah pada pagi menjelang siang hari, tapi hujan pada sore hingga malam hari.

    Ilustrasi hujan di salah satu kawasan Jabodetabek. (Beritaprioritas.com)

    “Meskipun sebagian wilayah sudah memasuki musim kemarau, curah hujan yang terindikasi signifikan masih kerap terjadi, terutama pada sore hingga malam hari,” demikian BMKG dalam laporan Prospek Cuaca Mingguan 20-26 Mei 2025, sebagaimana dirilis pada hari Selasa (20/5/25) lalu.

    “Di sisi lain, suhu udara yang menyengat pada siang hari terasa relatif lebih hangat akibat kelembaban udara yang lembab,” lanjut BMKG.

    Atmosfer menjadi sangat labil

    Selanjutnya BMKG menjelaskan juga, kondisi atmosfer dapat menjadi sangat labil akibat interaksi suhu permukaan laut, tekanan udara, dan kelembaban yang tinggi.

    Disebutkan, hal ini memungkinkan pembentukan awan konvektif seperti Cumulonimbus yang berpotensi menimbulkan cuaca ekstrem berupa hujan lebat, petir, angin kencang, hingga hujan es.

    Pihak BMKG mencatat dalam sepekan terakhir, hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat memicu bencana hidrometeorologi di sejumlah wilayah, di antaranya Aceh, Sumatra Barat, Jambi, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan lainnya.

    Dipaparkan, kejadian tersebut, tidak hanya disebabkan mekanisme konvektivitas lokal yang sering terjadi pada masa peralihan, melainkan juga dipengaruhi oleh dinamika atmosfer berskala lebih luas, seperti aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan Rossby Ekuatorial juga memberikan pengaruh signifikan dalam memicu peningkatan pertumbuhan awan hujan, khususnya di bagian barat dan tengah Indonesia.

    “Meskipun lebih banyak wilayah terindikasi memasuki awal musim kemarau pada akhir bulan Mei akibat Monsun Australia yang diprakirakan menguat, hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat masih berpotensi terjadi akibat aktivitas MJO dan gelombang atmosfer tersebut,” tutur pihak BMKG melanjutkan.

    Kemarau basah

    Kemudian BMKG mengungkapkan, sejumlah wilayah Indonesia diprediksi bakal mengalami musim kemarau basah pada tahun ini.

    Kondisi kemarau basah ialah situasi saat curah hujan tetap tinggi di musim kemarau. Secara klimatologis, musim kemarau di Indonesia terjadi dengan curah hujan kurang dari 50 milimeter per bulan.

    Tetapi saat kemarau basah, curah hujan bisa mencapai lebih dari 100 milimeter per bulan.

    Sesuai prediksi sifat musim kemarau 2025, sebanyak 185 ZOM (26 persen wilayah) bakal mengalami musim kemarau dengan sifat atas normal.

    “Wilayah-wilayah ini diprediksi akan menerima akumulasi curah hujan musiman yang lebih tinggi dari biasanya,” demikian laporan BMKG dalam Prediksi Musim Kemarau 2025 di Indonesia tersebut.

    Sementara itu, daerah-daerah yang bakal mengalami kemarau basah meliputi sebagian kecil Aceh, sebagian besar Lampung, Jawa bagian barat hingga tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian kecil Sulawesi, dan sebagian Papua bagian tengah.

    Pancaroba

    Selanjutnya, Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani beberapa waktu lalu menjelaskan, wilayah Jabodetabek tengah berada di masa peralihan antara musim hujan ke musim kemarau, atau masa pancaroba.

    “Selama periode ini, hujan umumnya terjadi pada siang hingga menjelang malam hari, didahului oleh udara hangat/terik pada pagi hingga siang yang menyebabkan kondisi atmosfer menjadi labil,” ungkap Andri.

    Ditambahkan, pemanasan permukaan yang kuat tersebut dapat memicu yang pembentukan awan-awan konvektif, terutama awan Cumulonimbus yang berpotensi menimbulkan hujan lebat disertai kilat/petir dan angin kencang.

    Di masa pancaroba, katanya, karakteristik hujan cenderung tidak merata atau bersifat lokal dengan intensitas sedang hingga lebat. Hujan ini juga dapat disertai kilat/petir dan angin kencang dalam durasi singkat.

    Selanjutnya Andri mengatakan, awal musim kemarau di wilayah Jabodetabek bervariasi mulai dari akhir April hingga Juni mendatang.

    “Awal musim kemarau di wilayah Jabodetabek bervariasi dimulai dari akhir April hingga Juni 2025 mendatang,” demikian Andri Ramdhani. (P-*r/se)

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    Terkini