Oleh Ikke Nurul*)
PERKEMBANGAN teknologi digital membawa peluang sekaligus tantangan dalam pengasuhan anak, menjadikan keterlibatan aktif ayah semakin penting.
Di tengah pesatnya perkembangan dunia digital, anak-anak menghadapi berbagai tantangan baru, seperti tekanan sosial dan risiko paparan konten yang tidak sesuai usia. Menurut Ratningsih et al. (2021), keterlibatan ayah dalam pengasuhan dapat memperkuat rasa percaya diri, kemampuan berpikir kritis, serta kematangan emosi anak, semua itu sangat penting untuk membangun ketahanan anak di era digital.
Namun, dilansir dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2017, keterlibatan ayah dalam pengasuhan masih tergolong rendah, hanya sekitar 26,2 persen. Padahal, tanpa bimbingan dan pendampingan psikologis dari ayah, anak cenderung kurang siap menghadapi risiko sosial, termasuk di dunia maya.
Oleh karena itu, peran ayah perlu semakin dioptimalkan untuk memperkuat ketahanan anak di era digital yang penuh tantangan ini.
Peran utama ayah
1. Peran Pembimbing
Menurut Ratningsih et al. (2021), ayah berperan membimbing anak mengenal dunia digital, risiko, dan cara menggunakan gawai yang baik. Peran ini membantu membentuk kebiasaan positif dan mencegah masalah perilaku anak saat menghadapi dunia digital.
2. Peran kontrol dan pengawas
Dilansir dari Nurhani dan Azlini (2020), ayah sebagai pengawas membantu anak mengenali pola perilaku digital yang benar dan membangun disiplin. Pengawasan ayah yang optimal meningkatkan kemampuan anak beradaptasi dan melindungi dari risiko digital.
3. Peran pendukung
Dikutip dari Sobari (2022), ayah sebagai pendukung membantu anak membangun ketangguhan saat menghadapi risiko digital dengan koordinasi pengasuhan yang baik bersama ibu, sehingga pendampingan anak menjadi lebih konsisten.
4. Peran mediator
Menurut Hendriani (2018), ayah berperan sebagai mediator yang menghubungkan keinginan anak bereksplorasi teknologi dengan perlindungan terhadap dampak negatifnya, sekaligus memberi fasilitas untuk mengembangkan kemampuan digital dan ketangguhan anak.
Strategi keterlibatan ayah dalam pengasuhan di era digital
1. Menyediakan quality time
Quality time merupakan kunci utama dalam membangun hubungan positif antara ayah dan anak. Dalam konteks ini, waktu berkualitas bukan hanya tentang durasi, melainkan kualitas interaksi yang terjadi. Ayah yang mampu meluangkan waktu untuk bermain, berbincang, atau melakukan aktivitas sederhana bersama anak menciptakan ikatan emosional yang kuat. Menurut Parmanti & Purnamasari (2015), kualitas interaksi antara ayah dan anak tidak harus tergantung pada kedekatan fisik, tetapi juga keterhubungan psikologis yang penuh perhatian.
Dalam praktiknya, quality time memberikan ruang bagi anak untuk merasa diterima, dicintai, dan dihargai. Anak yang memiliki hubungan positif dengan ayahnya akan lebih mudah mengekspresikan perasaan dan membangun kepercayaan diri. Kehadiran ayah, meski singkat, yang diisi dengan empati dan komunikasi yang hangat, menciptakan rasa aman bagi anak. Ini sesuai dengan teori Paternal Engagement dari Lamb (dalam Petts & Knoester, 2018), yang menekankan pentingnya keterlibatan langsung ayah melalui aktivitas positif bersama anak.
2. Meningkatkan literasi digital ayah
Di era digital, literasi teknologi menjadi modal penting bagi ayah untuk membangun hubungan positif dengan anak. Kurangnya pemahaman terhadap dunia digital bisa menjadi penghalang komunikasi, bahkan bisa menciptakan jarak emosional.
Seperti dikemukakan oleh Masfufah (2024), banyak ayah belum memahami risiko digital seperti cyberbullying, kecanduan gawai, atau pelanggaran privasi, sehingga gagal memberikan bimbingan dan pengawasan yang memadai.
Ketika ayah aktif mempelajari dunia digital anak, mulai dari konten hingga media sosial yang digunakan, maka relasi menjadi lebih setara dan terbuka. Anak tidak lagi merasa dihakimi, melainkan dipahami. Ini menciptakan suasana hubungan yang suportif dan saling percaya.
Lebih jauh, menurut Hendriani et al. (2024), literasi digital juga mendukung peran ayah sebagai pengawas dan mediator digital, yang mampu mengarahkan penggunaan teknologi anak secara sehat dan bertanggung jawab. Hubungan positif terbangun ketika anak merasa aman menjadikan ayah sebagai tempat bertanya dan berbagi terkait dunia digitalnya.
3. Menghindari distraksi teknologi saat bersama anak: Wujud prioritas dan komitmen emosional
Salah satu hambatan dalam membangun hubungan positif antara ayah dan anak adalah kehadiran teknologi yang mengalihkan fokus ayah. Fenomena ini dikenal sebagai distracted parenting, di mana ayah lebih sering menatap layar daripada mata anaknya. Ante-Contreras (2016) menyatakan bahwa gangguan dari media sosial dan perangkat digital dapat mengurangi kesempatan untuk menciptakan kelekatan emosional yang aman.
Padahal, hubungan positif lahir dari perhatian yang tulus dan keterlibatan emosional. Ketika ayah secara sadar menghindari penggunaan gawai saat bersama anak, ia sedang memberi pesan bahwa anak adalah prioritas. Ini membangun rasa dihargai dan dicintai secara nyata.
Menurut Fatmasari & Sawitri (2020), kehadiran penuh orang tua, khususnya ayah, dapat meningkatkan kecerdasan emosional anak dan memperkuat relasi interpersonal dalam keluarga.
4. Menjadi teladan dalam penggunaan teknologi
Anak-anak belajar lebih banyak dari contoh nyata dibanding dari nasihat semata. Oleh karena itu, ayah perlu menjadi teladan dalam penggunaan teknologi. Saat ayah mampu menunjukkan pengendalian diri dalam penggunaan gawai, memilih konten yang sehat, serta memprioritaskan interaksi langsung di atas layar, anak akan meniru kebiasaan tersebut. Keteladanan ini adalah bentuk komunikasi non-verbal yang sangat kuat dalam membangun hubungan positif.
Alia & Irwansyah (2018) menekankan bahwa orang tua, khususnya ayah, perlu menyelaraskan kata dan tindakan dalam mendampingi anak menggunakan teknologi. Dengan menjadi role model, ayah tidak hanya menciptakan batasan digital yang sehat, tetapi juga menunjukkan bahwa mereka adalah sosok yang dapat diandalkan dan dihormati.
Keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak di era digital bukan hanya soal mengawasi, tetapi tentang membangun hubungan yang hangat, suportif, dan penuh kepercayaan. Dengan meluangkan waktu berkualitas, memahami dunia digital anak, serta menjadi teladan dalam penggunaan teknologi, ayah memperkuat kedekatan emosional yang menjadi dasar hubungan positif. Di tengah tantangan digital, hubungan ini membantu anak berkembang dengan percaya diri, berpikir kritis, dan lebih siap menghadapi dunia di sekitarnya. ***
*) Penulis adalah mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Program Studi Jurnalistik
betul banget
betul banget, makasih tipsnya bunda