28.3 C
Jakarta
Friday, January 10, 2025
spot_img

    Pilih keseimbangan hidup, anak muda Jepang tinggalkan budaya kerja sampai mati

    Terkait

    PRIORITAS, 9/1/25 (Tokyo): Saat ini, para anak muda Jepang secara perlahan mulai mengubah sikap dengan meninggalkan budaya kerja yang selama ini dikenal keras, sehingga memunculkan istilah kerja sampai mati.

    Dilaporkan, penolakan generasi muda Jepang terhadap kerja berlebihan memberikan harapan akan penurunan kasus karoshi atau kematian akibat terlalu banyak bekerja.

    Diketahui, Jepang dikenal sebagai negara dengan budaya kerja ekstrem. Namun, penelitian terbaru dari Recruit Works menunjukkan, budaya kerja Jepang telah mengalami perubahan. Jam kerja tahunan Jepang menurun sebesar 11 persen pada 2022 dibandingkan tahun 2000, dari 1.839 jam menjadi 1.626 jam. Penurunan ini mencerminkan jumlah jam kerja di banyak negara Eropa.

    Disebutkan, penurunan signifikan terjadi pada pekerja laki-laki usia 20-an. Mereka kini bekerja rata-rata 38 jam per minggu pada 2023, lebih sedikit dibandingkan 46 jam per minggu pada tahun 2000.

    “Generasi muda Jepang memilih untuk tidak mengorbankan hidup mereka demi perusahaan. Ini keputusan yang bijak,” ungkap Makoto Watanabe, seorang profesor Komunikasi di Universitas Kebudayaan Hokkaido.

    Memprioritaskan keseimbangan hidup

    Ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya yang rela bekerja lembur demi pertumbuhan ekonomi, di mana generasi muda Jepang sekarang lebih memprioritaskan keseimbangan hidup.

    “Pada 1970-an dan 1980-an, semakin banyak Anda bekerja, semakin besar hasilnya. Kini, mereka lebih sadar akan risiko dieksploitasi,” ujar Watanabe mengenai budaya kerja Jepang.

    Keuntungan karena kekurangan tenaga kerja

    Kondisi saat ini seperti kekurangan tenaga kerja di Jepang juga menjadi keuntungan bagi pekerja muda. Mereka lebih leluasa meninggalkan pekerjaan yang tidak menghargai kemampuan mereka, karena peluang kerja lainnya terbuka luas.

    Dengan begitu, pekerja muda Jepang menikmati kenaikan upah sebesar 25 persen sejak 2000, meskipun bekerja lebih sedikit. Selain itu, semakin sedikit perusahaan yang mengharuskan lembur tanpa bayaran, salah satu masalah utama di perusahaan tradisional Jepang.

    Prioritaskan stabilitas dibanding ambisi besar

    Sementara itu, Izumi Tsuji, seorang pakar sosiologi dari Universitas Chuo, mengemukakan, generasi muda kini memprioritaskan stabilitas dibanding ambisi besar.

    “Generasi ini lebih memilih kehidupan yang stabil di tengah ketidakpastian. Mereka hanya ingin cukup uang untuk hidup nyaman,” ujar Tsuji.

    Memang, sikap ini terkadang memicu konflik dengan generasi lebih tua, yang mengutamakan jam kerja panjang sebagai bagian dari budaya kerja mereka. Meski begitu, perubahan ini membawa dampak positif, khususnya dalam penurunan kasus karoshi.

    Kasus bunuh diri turun

    Di tahun 2022, Jepang mencatat hampir 3.000 kasus bunuh diri terkait kerja berlebihan, turun lebih dari 1.900 kasus pada 2021.

    Kendati jumlahnya masih signifikan, para ahli optimistis, perubahan sikap generasi muda akan terus mengurangi kasus ini.

    “Kaum muda kini lebih bahagia dengan keseimbangan hidup mereka. Hal ini adalah langkah positif untuk mengakhiri krisis karoshi,” demikian Izumi Tsuji mengenai perubahan budaya kerja Jepang ini. (P-jr)

    - Advertisement -spot_img

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    - Advertisement -spot_img

    Terkini