PRIORITAS, 9/10/25 (Kairo): Perundingan damai di Jalur Gaza terancam gagal, karena militan Hamas ternyata tak mau meletakkan senjata. Mereka juga banyak menolak isi proposal perdamaian dari Presiden AS Donald Trump.
Pembebasan segera semua sandera, juga bakal tidak terlaksana sebab militan Hamas hanya mau mencicil jumlahnya.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sudah mengirim proposal perdamaian berisi 20 poin perdamaian di Jalur Gaza sejak Jumat 3 Oktober 2025 pekan lalu. Proposal itu sudah disetujui AS, Israel, serta 8 negara Arab dan Islam.
Trump memberi batas waktu (deadline) hingga hari Minggu 5 Oktober 2025 bagi militan Hamas untuk menanggapi dan segera membebaskan tanpa syarat semua sandera yang mereka tahan.
Militan Hamas langsung menanggapi pada Sabtu 4 Oktober, sehari sebelum batas waktu, dengan menyatakan setuju membebaskan semua sandera.
Tapi kenyataan, militan Hamas ternyata sulit menepatinya. Hal itu tercermin dalam perundingan yang dimediasi Mesir dan Qatar, di kota resor Sharm el-Shiekh di Laut Merah, Mesir. Bahkan banyak poin proposal dari Presiden Trump yang ditolak militan Hamas.
Seorang sumber Palestina kepada Ynetnews seperti dikutip Beritaprioritas.com, hari Kamis (9/10/2025), mengungkapkan militan Hamas dinilai terlalu banyak menuntut dan coba mengabaikan sejumlah poin proposal perdamaian Trump.
Salahsatu yang paling krusial yaitu, militan Hamas menolak meletakkan senjata. Padahal ini adalah satu tuntutan utama dari AS dan Israel, untuk menciptakan perdamaian di wilayah tersebut.
Militan Hamas ternyata hanya mau melepas sebagian dari sandera yang mereka tahan. Sisanya baru akan mereka lepas setelah Israel menarik seluruh pasukannnya dari Jalur Gaza.
Saat ini diperkirakan masih ada 48 sandera (30 diduga sudah tewas) yang ditahan militan Hamas dan Jihad Islam di Jalur Gaza.
300 tahanan Palestina
Dari 250 tahanan Palestina yang sudah disepakati awal untuk dibebaskan Israel, militan Hamas masih menuntut tambahan hingga 300 orang. Umumnya para tahanan itu adalah mereka yang mendapat hukuman panjang dan seumur hidup atau disebut dengan istilah ‘Ace’.
Hal ini menambah perdebatan panjang, kata sumber tersebut. Bahkan utusan Turki sudah mendesak perundingan harus dipercepat, karena bisa batal jika batas waktu yang diberikan Donald Trump terlewati.
Mengenai masa depan pemerintahan di Jalur Gaza, militan Hamas juga menolak pengerahan pasukan asing di Jalur Gaza. Mereka mengisyaratkan akan menyambut pasukan Arab yang beroperasi dalam koordinasi dengan Otoritas Palestina.
Kelompok itu juga secara tegas menentang penugasan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair untuk memimpin pemerintahan pascaperang di Jalur Gaza.
Pentolan militan Hamas
Menurut laporan Arab, militan Hamas juga masih menuntut pembebasan para ‘ace’ (tahanan seumur hidup) lain, termasuk Marwan Barghouti.
Barghouti yang memimpin Tanzim dan dijatuhi hukuman lima hukuman seumur hidup ditambah 40 tahun penjara di Israel. Selain Barghouti, militan Hamas juga meminta Saadat harus dibebaskan. Bahkan perencana bom bunuh diri di Israel, Ibrahim Hamed.
Israel menolak tegas membebaskan Barghouti, Saadat dan Ibrahim Hamed, karena dianggap sebagai penjahat berbahaya.
Sebuah sumber Palestina mengatakan istri Barghouti, Fadwa, telah meninggalkan Ramallah dan tiba di Kairo.
Militan Hamas tidak hanya menuntut pembebasan para ‘ace’ tersebut, tetapi juga pengembalian jenazah Yahya dan Mohammed Sinwar.
Dua pentolan perencana serangan brutal ke Israel 7 Otober 2023 lalu. Serangan itu memicu perang skala besar antara Israel dan militan Hamas di Jalur Gaza hingga kini.
Yahya lebih dulu dibunuh militer Israel di Jalur Gaza dalam serangan ke basis milter militan Hamas. Sedangkan Mohammed tewas di dalam bunker bawah tanah bersama sejumlah pimpinan militan Hamas lainnya, ketika militer Israel mengebom terowongan yang berada di dekat rumahsakit.
Israel sebelumnya telah menolak untuk melepaskan jenazah Yahya Sinwar setelah dipindahkan ke tempat penyimpanan rahasia.
Belum ada kesepakatan
Sumber-sumber yang terlibat dalam diskusi tersebut mengatakan belum ada kesepakatan yang dicapai mengenai waktu pelaksanaan tahap pertama rencana dari proposal damai Donald Trump, karena perwakilan militan Hamas masih bersikeras tidak mau menyetujui sejumlah poin.
Sumber-sumber di kedua belah pihak memperingatkan masih terlalu dini untuk membicarakan terobosan, meskipun Amerika Serikat telah menyatakan optimisme yang hati-hati tentang kemajuan dalam negosiasi damai tersebut.
Dalam perundingan damai di Mesir, militan Hamas diwakili Khalil al-Khayya pemimpin militan Hamas di Gaza, Mohammed Darwish sebagai ketua Dewan Syura, Zaher Jabarin pengawas kegiatan Hamas di Tepi Barat, Nizar Awadallah tokoh senior di Gaza; dan Khaled Mashal, yang dianggap sebagai pemimpin Hamas di luar negeri. Hadir juga penasehat komunikasi kepala biro politik, Taher al-Nunu.
Sedangkan Amerika Serikat diwakili utusan khusus Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff, dan Jared Kushner. Tim negosiasi Israel dipimpin Menteri Ron Dermer. Dari Qatar diwakili Perdana Menteri Qatar, Mohammed al-Thani, dan Turki kepala intelijen, Ibrahim Kalin.
Konflik besar di Jalur Gaza meletus pada 7 Oktober 2023 lalu, akibat serangan militan Hamas ke Israel selatan.
Serangan itu menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel dan 250 orang lainnya diculik dan disandera militan Hamas serta Jihad Islam di Jalur Gaza.
Israel menanggapi dengan serangan militer besar-besaran terhadap berbagai posisi militan Hamas di Jalur Gaza.
Serangan Israel mengakibatkan kematian 67.173 warga Palestina, termasuk 20.179 anak-anak, 10.427 wanita, dan 4.813 orang lanjut usia, menurut otoritas kesehatan di Jalur Gaza.(P-Jeffry W)
No Comments