Menurutnya, Kemenkomdigi tidak bisa memblokir langsung konten-konten yang berada dalam aplikasi tersebut. Namun, jika ada laporan dari masyarakat, maka pemerintah bisa meminta penyedia layanan, seperti WhatsApp untuk menghapusnya.
“Kalau pemerintah blokir langsung tidak akan bisa juga, kenapa? Karena sistem yang dimiliki oleh Kemenkomdigi itu bukan blokir untuk sistem aplikasi, tetapi blokir untuk sistem URL atau sistem IP addres website. Jadi kalau misalnya WhatsApp diblokir, maka akan terblokir semuanya, karena WhatsApp channel ada di dalam aplikasi Whastapp,” imbuh Pratama.
Kemenkomdigi sebenarnya aktif dalam memblokir situs-situs yang mengandung konten judi online dan pornografi karena jelas melanggar hukum. Namun, pemblokiran ini belum efektif sepenuhnya, sebab situs-situs tersebut dapat dengan mudah muncul kembali selama tidak ada batasan dari pihak penyedia layanan.
Menurut Pratama, upaya membatasi penyebaran konten negatif di media sosial tidak cukup hanya dengan pemblokiran situs atau aplikasi. Harus ada langkah hukum yang tegas, termasuk menangkap para pelaku, baik pembuat saluran maupun anggotanya.
Menurutnya, aparat bisa melacak pelaku pembuat atau pengguna konten melanggar hukum melalui nomor handphone yang didaftarkan saat mengunakan WhatsApp atau platform lainnya.
Sedangkan untuk membatasi orang membuat konten negatif di media sosial hanya bisa dilakukan oleh penyedia platform. Mereka sudah diwajibkan mendaftarkan izin aplikasi kepada pemerintah melalui Kemenkomdigi, berdasarkan Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
“Artinya Kemenkomdigi harus melakukan koordinasi dengan Meta gitu untuk mengimbau kalau bisa memerintah untuk channel-channel yang berhubungan dengan judi online, pornografi atau informasi-imformasi yang melanggar hukum di Indonesia harus ditutup, enggak ada acara lain. Dan itu yang bisa melakukan hanya si Meta,” kata Pratama.
Pratama menegaskan pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam memberantas penyebaran konten-konten negatif di media sosial. Butuh peran aktif masyarakat dalam melaporkan jika menemukan saluran berbau pornografi, judol, dan informasi melanggar hukum lainnya.
Pegaduan lebih mudah dari pemerintah
Tetapi masalahnya banyak masyarakat tidak tahu cara melaporkan. Untuk itu, pemerintah harus menyediakan saluran khusus pengaduan yang lebih mudah dan sederhana, kemudian menjelaskan ke publik cara melaporkan temuan-temuan pelanggaran hukum yang meresahkan di media sosial.
Pemerintah memang berkewajiban mengawasi lalu lintas informasi dan konten yang beredar di media sosial. Namun, kata Pratama, keterbatasan sumber daya, peralatan, dan luasnya dunia maya membuat pengawasan tidak bisa menjangkau semua.
Ia menuturkan, ribuan konten negatif muncul tiap hari di media sosial, terbukti dari masih maraknya judi online meski ribuan situs sudah diblokir.
“Begitu yang satu diblokir mereka bisa bikin lagi yang baru. Para penjahat ini melakukan berbagai macam cara supaya mereka bisa menghindari pemblokiran,” ujar Pratama.
Menurutnya, cara yang sering dilakukan pelaku kejahatan siber biasanya mengiklankan situs atau linknya pakai saluran WhatsApp, membuat sistem pengamanan website, dan meretas situs-situs resmi pemerintah, lembaga pendidikan hingga instansi swasta supaya halaman website judinya tetap landing dan bisa diakses. (P-Zamir)