PRIORITAS, 16/2/25 (Jakarta): Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, buka suara menyangkut eksekusi penggusuran lima rumah warga di Desa Setia Mekar, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Ia menyatakan bahwa sebelum melakukan eksekusi, seharusnya ada permohonan pengukuran untuk memastikan objek yang akan dieksekusi sesuai dengan putusan pengadilan. Namun, dalam kasus ini, tidak ada surat permohonan pengukuran yang diajukan.
Nusron juga menekankan pentingnya mematuhi prosedur sesuai peraturan perundang-undangan sebelum mengambil tindakan lebih lanjut. Ia menyoroti bahwa tidak ada putusan pengadilan yang memerintahkan pembatalan sertifikat yang dimiliki oleh warga terdampak. Oleh karena itu, sebelum eksekusi dilakukan, seharusnya ada proses permohonan kepada pengadilan untuk membatalkan sertifikat tersebut.
Selain itu, Nusron menyatakan keyakinannya bahwa Pengadilan Negeri (PN) Kelas II Cikarang tidak memiliki surat permohonan pengukuran terkait kasus ini. Meskipun ada surat yang dikirim pada tahun 2022, permohonan pengukuran belum diajukan.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) membantah bahwa BPN tidak dilibatkan dalam eksekusi lahan tersebut. Juru Bicara MA, Yanto, menyatakan bahwa sebelum eksekusi, PN Cikarang telah melaksanakan pencocokan (constatering) dengan memohon bantuan kepada Kantor BPN setempat. Namun, constatering tersebut dilaksanakan tanpa dihadiri oleh termohon eksekusi dan BPN.
Nusron menegaskan bahwa semua pihak terkait harus mematuhi prosedur hukum yang berlaku untuk menghindari tindakan yang merugikan masyarakat.
Saat ditemui di Jakarta Utara, Minggu (16/2/25), Nusron meyakini bahwa Pengadilan Negeri (PN) Kelas II Cikarang tidak memiliki surat permohonan pengukuran terkait hal tersebut. “Betul, dia sudah menyurati pada tahun 2022, tapi belum melakukan permohonan pengukuran,” kata Nusron.
Namun, menurut Nusron, tidak ada surat permohonan yang menyatakan eksekusi lahan atau penggusuran lima rumah warga di Bekasi bakal dilakukan. “Karena syarat sebelum eksekusi pengadilan itu, bukan sekadar pemberitahuan, ya, bukan sekadar pemberitahuan. Tapi, (ada juga) permohonan pengukuran untuk memastikan objek yang akan dieksekusi itu sesuai apa tidak,” ujar Nusron.
Nusron pun menegaskan bahwa pihak-pihak terkait harus mematuhi prosedur sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan sebelum melakukan tindakan lebih jauh. Terlebih, tidak ada putusan pengadilan yang memerintahkan sertifikat yang dimiliki warga untuk dibatalkan.
“Kita ini negara hukum, aturannya adalah peraturan perundang-undangan. Nah, aturannya PP 18 Tahun 2021 itu, sebelum ada penggusuran atau eksekusi pengadilan, harus terlebih dahulu pengadilan mengajukan permohonan pengukuran,” kata Nusron dikutip Antara.
“Jadi, sebelum melakukan eksekusi itu harusnya terlebih dahulu melakukan proses permohonan kepada pengadilan untuk membatalkan sertifikat yang sebelumnya,” ujar dia menambahkan.
Lebih lanjut, Nusron menilai pengajuan pembatalan sertifikat itu seharusnya disampaikan lagi kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) agar dapat memerintahkan kepada BPN, untuk membatalkan sertifikat yang dimiliki warga.
PN Cikarang melaksanakan pencocokan
Juru Bicara MA Yanto saat konferensi pers di Media Center MA, Jakarta, Kamis (13/2/25), mengatakan bahwa sebelum melakukan eksekusi, PN Cikarang telah melaksanakan pencocokan (constatering) dengan memohon bantuan kepada Kantor BPN setempat.
Berdasarkan berita acara tanggal 14 September 2022, imbuh Yanto, constatering telah dilaksanakan tanpa dihadiri oleh termohon eksekusi dan BPN. Selain itu, constatering juga disebut telah dilaksanakan dengan mengundang BPN, tetapi tidak hadir tanpa keterangan.
Eksekusi yang dilakukan PN Cikarang pada 30 Januari 2025 tersebut merupakan delegasi dari PN Bekasi. Terhadap permohonan eksekusi, PN Bekasi telah melakukan teguran (aanmaning) kepada para termohon eksekusi hingga mendaftarkan sita eksekusi ke BPN Kabupaten Bekasi. (*)