Tonton Youtube BP

Jepang hadapi krisis demografi, banyak perusahaan keluarga tak punya ahli waris

Jeffrey Rawis
21 Oct 2025 12:12
2 minutes reading

PRIORITAS, 21/10/25 (Tokyo): Jepang kini menjadi salah satu negara yang tengah hadapi krisis demografi (sangat rebdahnya angka kelahiran), dimana telah menimbulkan fenomena dan problem baru. Yakni, antara lain, banyak perusahaan keluarga tak punya ahli waris.

Dilaporkan, pasar ekuitas swasta (Private Equity/PE) di negeri itu mengalami lonjakan aktivitas yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Ya, hal ini dipicu masalah suksesi di perusahaan keluarga di Jepang. Banyak yang tak punya ahli waris, dan akhirnya menjual ke PE dan asing.

Pemilik bisnis semakin menua

Sebagaimana mengutip CNBC International, Selasa (21/10/25), para pemilik bisnis yang semakin menua melihat minat yang rendah dari ahli waris mereka untuk mengambil alih perusahaan keluarga.

Lalu, situasi ini diperburuk oleh tingginya pajak warisan yang dapat mencapai hingga 55 persen.

Akibat kombinasi faktor ini, telah menghasilkan peningkatan signifikan dalam aktivitas ekuitas swasta. Lebih dari 65 persen dari kesepakatan buyout (pembelian atau pengambilalihan penuh terhadap saham, aset, hak kepemilikan, atau kontrak dalam rangka mengendalikan atau mengambil alih suatu perusahaan atau bisnis), kini berasal dari kasus suksesi.

Pergeseran budaya yang mendasar

Nah, lonjakan ini menandakan adanya pergeseran budaya yang mendasar di Jepang mengenai penjualan bisnis. Jika sebelumnya pemilik sangat enggan menjual perusahaan ke pihak luar, kini semakin banyak pemilik yang mempertimbangkan ekuitas swasta sebagai opsi yang layak.

Malahan, pemilik juga tak segan menjualnya ke investor asing.

Selain itu, keberhasilan turnaround (perbaikan dan restrukturisasi) yang dilakukan oleh firma global di masa lalu juga telah meredakan “kekhawatiran” untuk menjual ke private equity.

“Selain faktor internal budaya dan demografi, kondisi regulasi dan ekonomi makro juga menjadi bahan bakar pertumbuhan PE,” kata analis investasi Emily J Thompson.

“Reformasi yang dilakukan pemerintah Jepang dan kondisi ekonomi makro, seperti Yen yang lemah serta suku bunga yang rendah, semakin mendorong pertumbuhan ekuitas swasta,” tambahnya.

Tetapi, di tengah booming ini, para ahli memperingatkan adanya kekhawatiran pasar yang berpotensi overheating atau terlalu panas. Masuknya modal yang meningkat tajam, terutama dari luar negeri, dapat menyebabkan valuasi yang terlalu tinggi (inflated valuations).

“Meskipun terjadi pertumbuhan luar biasa, investasi ekuitas swasta hingga saat ini masih merupakan fraksi kecil dari Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang jika dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Eropa,” demikiab Emily Thompson. (P-*r/jr)

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Video Viral

Terdaftar di Dewan Pers

x
x