PRIORITAS, 8/4/25 (Washington): Pemerintah Iran akhirnya mulai meninggalkan pemberontak Houthi, setelah mengeluarkan perintah kepada jenderal dan para penasihatnya untuk segera meninggalkan negara Yaman. Ini akibat pemboman bertubi-tubi yang dilakukan Amerika Serikat (AS) di hampir semua kota Sana’a, yang menghancurkan tempat markas dan pos persenjataan pemberontak Houthi.
Iran khawatir Jenderal dan para penasihat Korps Garda Revolusi Iran dari satuan Pasukan Quds yang membantu pemberontak Houthi tewas dan berdampak pada perang terbuka negara Ali Khamenei dengan Amerika Serikat. Langkah tersebut dinilai merupakan perubahan penting dalam kebijakan regional Teheran.
Menurut sumber Iran, para pejabat di Teheran tidak lagi percaya pemberontak Houthi dapat menahan pemboman Amerika yang berkelanjutan. “Mereka sedang menjalani bulan-bulan terakhir atau bahkan hari-hari terakhir mereka,” kata pejabat yang tak ingin menyebut identitasnya, seperti dikutip Beritaprioritas.com dari Ynetnews, hari Selasa (8/4/25).
Pesawat-pesawat tempur dan dua kapal induk serta sejumlah kapal peluru kendali (rudal) balistik AS sepanjang 21 hari terakhir ini, terus melancarkan serangan penghancuran ke situs-situs peluncur roket, stasiun radar dan semua markas tempat pemberontak Houthi dilatih Iran.
Ratusan anggota Quds
Salahsatu petinggi militer Iran yang terdeteksi masih berada di Yaman ialah Brigadir Jenderal Abdulreza Shahlaei. Ia dikenal dengan panggilan Haji Yusef atau Yusuf Abu-al Karkh dan lahir tahun 1957.
Brigjen Shahlaei dari Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) satuan Pasukan Quds. Ia sudah lama dikirim Iran untuk terlibat dalam perang saudara di Yaman. Ia sempat lolos dalam serangan udara AS menggunakan drone pada Januari 2020 silam.
Iran juga menempatkan hampir seratus anggota pasukan Quds berpangkat perwira pertama dan menengah di Yaman, untuk membantu pemberontak Houthi.
“Iran telah menempatkan pelatih dan operator rudal serta pesawat nirawak di Yaman, serta personel yang menyediakan dukungan intelijen taktis kepada Houthi”, kata pejabat AS dan Timur Tengah kepada Semafor.
IRGC, melalui Pasukan Quds di luar negeri, juga telah mengawasi pengalihan pesawat nirawak serang, rudal jelajah, dan rudal balistik jarak menengah yang digunakan dalam serangkaian serangan terhadap Laut Merah dan target-target Israel dalam beberapa minggu terakhir kepada Houthi.
Proksi Iran makin habis
Penarikan pasukan itu menandai perubahan penting dalam strategi regional Iran, karena mengurangi dukungan bagi pasukan proksi untuk memprioritaskan apa yang dilihatnya sebagai ancaman langsung dari AS. “Perhatian utama di Teheran sekarang adalah Trump (Presiden AS) dan bagaimana menghadapinya,” kata pejabat itu.
Pejabat tersebut juga mengemukakan tidak ada gunanya tetap memasukkan Houthi dalam daftar perlindungan Iran. “Mereka adalah bagian dari rantai yang bergantung pada pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dan Presiden Suriah Bashar Assad, dan tidak masuk akal jika hanya mempertahankan satu bagian dari rantai itu untuk masa depan”.
Hassan Nasrallah sendiri sudah tewas di wisma Iran tahun lalu. Ia diduga dibunuh dengan serangan rudal Israel. Sedangkan Bashar Assad kini berada di Rusia. Ia melarikan diri ketika pemerintahnya runtuh akibat serangan pemberontak.
Otomatis pijakan Iran sebagai perpanjangan tangan proksi teror di Timur Tengah, kini semakin melemah dan habis. Apalagi Israel terus membom dan menghabisi para petinggi Hamas baik di jalur Gaza dan Tepi Barat. Israel juga membunuh pemimpin Hizbullah lainnya di Lebanon dan menyerang markas pemberontak dukungan Iran di Suriah.
Presiden Donald Trump telah menyatakan setiap serangan yang dilakukan Houthi—yang terus menerima dukungan dari Teheran—akan dianggap sebagai serangan oleh Iran sendiri.
Trump menggambarkan serangan AS sangat sukses dengan menewaskan komandan senior dan menghancurkan aset militer utama Houthi.
AS siap perang
Amerika Serikat kini memang sudah siap perang dengan Iran. Departemen Pertahanan Pentagon, mengumumkan kapal induk nuklir USS Carl Vinson, yang sebelumnya ditempatkan di kawasan Indo-Pasifik, sudah ke Timur Tengah untuk mendukung operasi bersama kapal induk USS Harry S. Truman, yang sudah ditempatkan di dekat Yaman.
Masing-masing kapal induk AS dibarengi dua kapal penjelajah, tiga kapal perusak (destroyer) dan fregat, kapal perang bantu lainnya serta kapal selam serng cepat, yang terhimpun dalam satu grup Carrier Strikes Group (CSG)
Pejabat pertahanan Amerika mengatakan enam pesawat pengebom siluman B-2 telah dikerahkan ke pangkalan militer AS-Inggris di Diego Garcia, sebuah pulau terpencil di Samudra Hindia.
Pesawat tersebut, yang dirancang untuk menembus jauh ke dalam wilayah musuh tanpa terdeteksi, mampu mengirimkan muatan konvensional dan nuklir. “Lokasi ini cukup dekat untuk mencapai Yaman atau Iran,” kata seorang pakar pertahanan.
Komandan militer Iran telah mempertimbangkan serangan pendahuluan terhadap Diego Garcia, untuk mencegah potensi serangan AS. Seorang pejabat senior Iran mengatakan para pemimpin militer telah diinstruksikan untuk mempersiapkan opsi tersebut.
Tetapi para pengamat mengatakan pihak militer AS tidak mungkin ceroboh menempatan aset di wilayah yang mudah dihancurkan musuh. Mereka menilai rudal balistik Iran hanya mampu menempuh jarak 2000 kilometer, tak bisa menembus pangkalan Diego Gacia yang berjarak 3500 kilometer.
Siasat Iran
Yaman terjerumus dalam perang saudara sejak tahun 2014, setelah pemberontak asal Zaidi, Houthi-Syiah yang didukung Iran, menguasai bagian utara negara itu dan ibu kota Sana’a.
Jurnalis veteran dan mantan peneliti tambahan di The Washington Institute, Jay Solomon, mengatakan Iran sebelumnya mampu melakukan siasat “operasi tangan-tersembunyi” melalui Houthi, dengan biaya yang sangat rendah. Tetapi biaya tersebut kini semakin meningkat karena serangan balik AS terus berlanjut.
Houthi saat ini memiliki persenjataan berupa pesawat nirawak serang dan rudal jelajah serta balistik pasokan Iran, yang memungkinkan mereka secara serius mengganggu lalu lintas global melalui Terusan Suez dan Selat Bab-el-Mandeb, serta berupaya menyerang target sejauh pelabuhan Eilat di Israel.
Komandan dan penasihat dari Korps Garda Revolusi Islam Iran berada di Yaman dan memainkan peran langsung dalam serangan pemberontak Houthi terhadap lalu lintas komersial di Laut Merah. Kini mereka semakin kocar-kacir dibombardir pasukan AS.
Poros perlawanan
Kehadiran IRGC secara keseluruhan di Yaman diawasi Jenderal Iran, Abdul Reza Shahlai. Intelijen Amerika yakin Shahlai terlibat dalam operasi teroris Teheran di luar negeri, melalui perannya sebagai wakil komandan Pasukan Quds.
Ini termasuk peran dalam mengawasi rencana Iran tahun 2011 yang gagal untuk membunuh duta besar Arab Saudi untuk AS, Adel al-Jubeir, di sebuah restoran di Washington, DC.
Pejabat AS dan Timur Tengah mengatakan Teheran mulai meningkatkan dukungan militernya secara signifikan bagi Houthi pada pertengahan 2010-an, ketika milisi dan gerakan politik Yaman terlibat dalam perang dengan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Pejabat militer AS mengatakan Iran telah mengembangkan Houthi menjadi roda penggerak utama dalam sistem aliansi regional yang dikenal sebagai ‘Poros Perlawanan’, mencakup Hamas di wilayah Palestina, Hizbullah di Lebanon, dan milisi Irak dan Suriah.
Sistem ini memungkinkan Iran untuk memproyeksikan kekuatan militer jauh melampaui batas wilayahnya, sementara Teheran sering menyangkal keterlibatan dalam operasi militer atau teroris.(P-Jeffry W)