PRIORITAS, 3/9/25 (Jakarta): Kekurangan zat besi dalam tubuh, menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dapat menurunkan IQ sampai dengan gangguan tumbuh kembang anak. Demikian informasi yang diterima Beritarioritas.com, Rabu (3/9/25).
“Ini sebetulnya suatu kondisi yang bisa dicegah. Namun apabila tidak tertangani, tidak ketahuan, tidak terdeteksi, atau terdeteksi tapi tidak diatasi dengan baik, dampaknya bisa sangat merugikan ke anak di masa depannya,” urai Ketua Umum IDAI Piprim Basarah Yanuarso dalam diskusi secara daring di Jakarta, Selasa (2/9/25).
Menurut Piprim kondisi tersebut sangat bergantung pada kecukupan kadar zat besi pada anak. Salah satu cara agar dapat menghindari kondisi itu yakni dengan memberikan anak banyak asupan protein hewani.
Dikatakannya, orang tua tidak perlu mencari bahan pangan yang mahal-mahal, tetapi dapat menggunakan bahan lokal seperti hati ayam yang sudah terbukti kaya mengandung zat besi.
Sebab jika sudah telanjur mengalami kekurangan zat besi, maka anak perlu mendapatkan asupan suplemen zat besi. Terapi yang dijalankan pun bisa memakan waktu dua sampai enam bulan lamanya. Sayangnya, orang tua seringkali merasa bosan untuk menuntaskan terapi.
Kolaborasi orang tua-dokter
Karena itu, Piprim menekankan sangat penting bagi orang tua, dokter anak dan media untuk berkolaborasi agar anak terhindar dari kekurangan zat besi hingga anemia defisiensi besi (ADB).
“Kejadian anemia defisiensi besi ini masih cukup sering pada anak-anak kita, masih cukup tinggi kejadiannya, dan ini tentu saja bisa menghambat tercapainya generasi emas ya di 2045,” katanya.
Sementara itu, Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Hematologi Onkologi IDAI Prof. Dr. dr. Harapan Parlindungan Ringoringo, Sp.A, Subsp.H.Onk (K) menambahkan kekurangan zat besi berpotensi bisa mengenai anak sejak bayi, dengan usia 0-12 bulan menjadi waktu yang sangat krusial.
Sesuai dat yang ia miliki, prevalensi anemia pada anak usia 6 sampai 59 bulan secara global pada tahun 2019 sudah menyentuh angka 39,8 persen. Sedangkan di Indonesia mencapai 38,5 persen yang mayoritas disebabkan oleh ADB.
Dampak yang akan dialami anak bila telanjur terkena ADB yakni mengalami gangguan perkembangan motorik, penurunan kemampuan kognitif, gangguan perilaku, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan hingga gangguan mielinisasi yang ireversibel. (P-*r/AM)
No Comments