31.4 C
Jakarta
Wednesday, August 6, 2025

    Indef pertanyakan validitas data ekonomi RI kuartal II-2025

    Terkait

    PRIORITAS, 6/8/25 (Jakarta): Perdebatan muncul setelah BPS menyampaikan data ekonomi Indonesia tumbuh 5,12 persen pada kuartal II 2025 secara year-on-year yoy).

    Lembaga riset Indef menyebut angka itu terlalu optimistis jika dibandingkan dengan indikator ekonomi di lapangan yang justru melambat.

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho mengungkapkan, perbedaan data tersebut menimbulkan pertanyaan publik.

    “Tentunya kita perlu pertanyakan kembali kepada BPS apakah memang sebetulnya data-data ini adalah data-data yang valid, yang dicerminkan dari kondisi di lapangan,” kata Andry saat diskusi publik, Rabu (6/8/25).

    Ia mengungkapkan adanya kejanggalan antara data BPS dengan data Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur yang dikeluarkan lembaga swasta.

    Menurut BPS, kata Andry, industri pengolahan tumbuh 5,68 persen dan menyumbang besar terhadap PDB. Namun, Indef menilai angka itu tidak realistis.

    “PMI Manufaktur Juni terkontraksi ke level 46,90 poin. Ini sangat bertolak belakang dengan data BPS,” ujarnya.

    Dorong penjelasan metodologi

    Andry juga menyebut dua indikator ini tidak selaras. Ia mendorong BPS menjelaskan metodologi yang digunakan agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan publik.

    “Dari sisi dua indikator ini saja sudah tidak berkaitan satu sama lain. Jadi BPS perlu transparan dengan proses pengambilan data yang mereka gunakan,” ucapnya.

    Ketidaksesuaian juga muncul dalam data investasi yang dirilis pemerintah. BPS menyatakan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 6,99 persen.

    Namun, Andry bilang, data realisasi investasi yang dirilis Badan Koordinasi Penanaman Modal menunjukkan pertumbuhan jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu.

    “Pertumbuhan investasi kuartal II 2025 hanya naik 12 persen. Tahun lalu di periode yang sama, naiknya mencapai 22 persen,” jelas Andry.

    Ia menilai ketimpangan data ini berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam menyampaikan informasi ekonomi.

    “Kalau tidak bisa menggambarkan kondisi riil di lapangan, ketidakpercayaan publik terhadap data pemerintah pasti akan meningkat,” pungkasnya. (P-Khalied M)

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    spot_img

    Terkini