PRIORITAS, 17/12/24 (Jakarta): Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, menilai kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen terhadap sekolah bertaraf internasional perlu dikaji lebih mendalam untuk memastikan bahwa prinsip keadilan tetap terjaga.
“Ini adalah hal yang penting untuk kita telaah lebih jauh dan mendalam,” ujar Ledia saat dihubungi dari Jakarta pada Selasa.
Menurut Ledia, meskipun sekolah internasional umumnya diperuntukkan bagi kalangan yang lebih mampu, besaran PPN yang ditetapkan tetap dianggap memberatkan.
“Melihat fakta bahwa yang masuk ke sekolah internasional umumnya adalah orang-orang yang mampu, namun kenaikan PPN menjadi 12 persen ini tetap membuat kami keberatan. Pendidikan seharusnya menjadi kebutuhan yang tidak dikenakan pajak tinggi. Kalau pun ada pajak, seharusnya tidak sebesar itu,” ungkapnya.
Ledia juga menggarisbawahi bahwa pendidikan seharusnya bersifat nirlaba—bukan untuk mencari keuntungan, melainkan untuk mendukung penyelesaian masalah sosial. Namun, ia menilai ada ketidakkonsistenan dalam penerapan prinsip ini di Indonesia.
“Pendidikan mestinya bersifat nirlaba dan berada di bawah yayasan, yang seharusnya tidak dikenakan pajak. Namun kenyataannya, banyak penyelenggara pendidikan yang justru beroperasi secara komersial,” tambahnya.
Selain itu, Ledia menyoroti ketentuan dalam Pasal 65 Undang-Undang Cipta Kerja, yang menyatakan bahwa lembaga pendidikan harus bersifat nirlaba, dengan pengecualian untuk sekolah yang didirikan di daerah ekonomi khusus, yang akan dikenakan pajak karena dianggap sebagai lembaga komersial.
Sejalan dengan itu, Ledia mengingatkan bahwa regulasi yang lebih rinci diperlukan untuk menentukan apakah sekolah internasional termasuk dalam kategori lembaga pendidikan yang dikenakan pajak atau tidak.
“Ini yang perlu dilihat secara detail. Apakah sekolah internasional ini termasuk dalam kategori lembaga yang dikenakan pajak atau tidak,” ujarnya.
Ledia juga mengingatkan pemerintah untuk memastikan bahwa kebijakan perpajakan di sektor pendidikan tidak berdampak pada sekolah-sekolah lain, khususnya sekolah swasta kecil dan sekolah menengah ke bawah yang justru sangat membutuhkan dukungan.
“Jangan sampai kebijakan ini merembet ke semua sektor pendidikan. Harus ada pengaturan yang jelas, agar kebijakan ini dapat memberikan manfaat yang tepat bagi semua pihak, baik sekolah internasional, swasta, maupun negeri,” pungkasnya dikutip Antara.
Pemerintah Indonesia telah resmi menaikkan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen yang berlaku mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung stabilitas serta pertumbuhan ekonomi nasional. Dampak dari kenaikan tarif PPN ini diperkirakan akan dirasakan pada barang dan jasa premium, termasuk sekolah internasional yang memiliki biaya tinggi dan layanan pendidikan serupa. (P-bwl)