30.7 C
Jakarta
Monday, April 28, 2025

    Giliran Aktivis 98 bersuara: Revisi UU TNI tak membuat militerisme di Indonesia bangkit kembali

    Terkait

    PRIORITAS, 19/3/25 (Jakarta): Eksponen gerakan mahasiswa 1998, atau Aktivis 98, Haris Rusly Moti, dengan tegas menilai, revisi Undang-Undang TNI (RUU TNI) yang dibahas DPR dan pemerintah, tidak menyalahi semangat reformasi. Dia bahkan menegaskan, RUU TNI tersebut juga tak membuat militerisme di Indonesia bangkit kembali. Demikian informasi yang diterima Beritaprioritas.com, Rabu (19/3/25) ini.

    “Revisi UU TNI tidak menyalahi semangat reformasi karena hanya mengatur penugasan TNI di wilayah jabatan operasional profesional kementerian/lembaga,” ujar Haris kepada wartawan.

    Selanjutnya, Haris menjabarkan enam pandangannya mengenai itu.

    Pertama, pada prinsipnya partisipasi publik dalam mengkritisi dan memberi masukan untuk menyempurnakan revisi UU TNI dan Polri tetap harus dihormati. Menurut dia, sikap kritis ini mesti diletakkan dalam pijakan dan arah yang sejalan dengan semangat Proklamasi Kemerdekaan 1945, Pancasila, dan UUD 1945.

    Kedua, salah satu ciri supremasi sipil yang tampak di mata adalah ketika revisi UU TNI dilakukan oleh lembaga tinggi negara DPR yang merupakan representasi kehendak sipil. Anggota DPR-nya berasal dari banyak partai politik (parpol). Parpol merupakan organisasi politik sipil,” tandas Haris.

    Tidak mempunyai fungsi sosial politik

    Terkait hal ini, Haris menegaskan TNI tak lagi mempunyai fungsi sosial dan politik. Selain itu, kata dia, TNI tidak lagi memiliki kewenangan terlibat langsung membuat peraturan yang mengatur kelembagaannya sendiri seperti di era Orde Baru. TNI hanya dimintai masukan sebagai bahan pertimbangan terkait revisi UU dan TNI hanya menjadi pelaksana dari UU yang dibuat dan diputuskan oleh DPR.

    “Sepanjang era Reformasi, TNI membuktikan dirinya tunduk pada keputusan lembaga negara yang dikendalikan oleh sipil. Kenyataan itu menunjukan bahwa supremasi sipil bahkan tampak nyata di depan jidat dan dengkul kita ketika sedang berlangsung revisi UU TNI,” ujar Haris, Selasa (18/3/25) kemarin.

    Ketiga, berbeda dengan era Orde Baru, melalui peran sosial politik (sospol) ABRI, ada jabatan Kasospol ABRI dan Fraksi ABRI di MPR. Ketika itu, disebut dwifungsi ABRI, lantaran selain berfungsi sebagai institusi pertahanan negara, ABRI juga berfungsi sebagai kekuatan sosial dan politik.

    “Begitulah era supremasi militer, di mana kekuatan sipil tunduk diatur secara sosial dan politik oleh militer. Sementara saat ini ada pilkada, pilpres dan pileg langsung, di mana institusi sipil seperti parpol yang memainkan peran sentral,” tegasnya.

    Keempat, Haris mengatakan salah kaprah jika revisi UU TNI dikaitkan dengan dwifungsi ABRI rebound. Menurutnya, revisi UU TNI sama sekali tidak bertentangan dengan semangat reformasi, tidak mengembalikan peran Sospol TNI. Dia menilai para pihak yang mengobarkan ketakutan dan trauma terkait ancaman militerisme atau dwifungsi rebound, tidak memiliki alas teori kuat.

    “Omong kosong tuduhan militerisme rebound yang distempel ke dalam naskah revisi UU TNI. Revisi UU TNI hanya mengatur terkait penugasan perwira TNI di wilayah operasional kementerian dan lembaga negara, yang membutuhkan profesionalitas dan keahlian khusus perwira TNI,” demikian Haris Rusly Moti mengenai revisi UU TNI. (P-*r/Selvijn R)

    - Advertisement -spot_img

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    - Advertisement -spot_img

    Terkini