PRIORITAS, 7/10/2025 (Batam): Suasana hangat terasa di Café Boemi, Selasa pagi. Di antara aroma kopi yang menenangkan, Amsakar Achmad dan Li Claudia Chandra berbincang santai dengan awak media.
Namun pertemuan ini bukan sekadar coffee morning biasa. Di tengah cangkir kopi yang mengepul, tersaji pula sebuah mimpi besar: tentang arah dan masa depan Batam yang tertata, modern, dan berkarakter.
“Batam sudah tumbuh besar, tapi sekarang saatnya Batam juga tumbuh indah dan tertata,” ujar Amsakar Achmad, membuka percakapan dengan nada penuh keyakinan.
Kalimat itu menandai arah baru pembangunan: bukan hanya soal infrastruktur, tapi juga menata kota dengan nilai, rasa, dan cinta.
Melalui Rencana Strategis (Renstra) BP Batam, Amsakar menjelaskan visi besar pembangunan yang dibagi ke dalam lima Wilayah Penataan dan Pengembangan (WPP), masing-masing:
1. Epicentrum Teluk Tering – pusat dinamika kota baru, jantung kehidupan urban Batam masa depan.
2. New Nagoya – kawasan yang akan ditata menjadi lebih tertib, nyaman, dan berkelas dunia.
3. Dam Baloi – kawasan yang menggabungkan kekuatan infrastruktur dengan keseimbangan alam.
4, Koridor Bandara Hang Nadim–Nongsa – gerbang elegan Batam yang futuristik dan ramah.
5. Poros Barat Batuampar–Sekupang – simpul logistik dan ekonomi baru yang menghubungkan potensi wilayah barat.
“Yang paling mudah diwujudkan adalah New Nagoya, karena sudah punya denyut kehidupan yang kuat. Tinggal kita tata agar lebih indah dan tertib,” katanya.
Amsakar menegaskan, pembangunan Batam ke depan bukan sekadar proyek fisik, tapi juga pembangunan yang berjiwa.
“Kalau kota dibangun tanpa rasa, hasilnya kaku. Tapi kalau kita tata dengan cinta, setiap sudutnya akan hidup dan membanggakan,” ucapnya lirih.
Ia menambahkan, visi tersebut akan diterjemahkan ke dalam Rencana Kerja (Renja) BP Batam, agar setiap ide memiliki langkah nyata. Dari Teluk Tering hingga Sekupang, setiap kawasan akan mendapat peran dalam pembangunan yang berimbang dan menyeluruh.
“Kami ingin Batam tidak hanya dikenal sebagai kota industri, tapi juga kota yang hidup, manusiawi, dan membanggakan. Batam harus menjadi rumah yang indah bagi siapa pun yang menapakinya,” ujarnya penuh keyakinan.
Saat kopi mulai menipis dan percakapan beranjak santai, semangat di Café Boemi tetap terasa hangat. Dari ruang kecil di jantung Batam itu, lahir keyakinan bahwa Batam sedang bersiap menyambut fajar baru — masa di mana pembangunan tidak hanya bicara soal beton dan jalan, tetapi juga tentang manusia, lingkungan, dan kebahagiaan. (P-Jeff K)
No Comments