PRIORITAS, 16/3/24 (Berlin): Berbagai negara di Eropa alami krisis tenaga kerja. Nah, nntuk mengatasi krisis tenaga kerja&, Jerman baru-baru ini meluncurkan uji coba empat hari kerja dalam seminggu selama enam bulan. Ini akan membuat karyawan 45 perusahaan di seluruh negara itu bekerja sehari lebih sedikit dalam sepekan dengan gaji yang sama.
Inisiatif tersebut dipimpin oleh konsultan sumber daya Intraprenor yang bermarkas di Berlin, bersama dengan kolaborasi organisasi nirlaba 4 Day Week Global (4DWG).
Jan Buhren dari Intraprenor mengatakan kepada Kantor Berita Anadolu, krisis ekonomi di Jerman menyebabkan perubahan di pasar tenaga kerja sehingga perlu dilakukannya eksperimen empat hari kerja dalam sepekan.
“Kami melihat perubahan di pasar tenaga kerja, perubahan permintaan tenaga kerja, kami melihat semacam krisis ekonomi di mana-mana, terutama di Jerman dan Eropa, dan hal ini memerlukan cara berpikir baru dalam bekerja,” kata Buhren.
Selama setahun terakhir, Jerman telah menyaksikan serentetan pemogokan pekerja sektor publik di seluruh negeri yang menuntut upah lebih tinggi dan kondisi kerja yang lebih baik.
Pekerja lebih bahagia
Mereka yang mendukung pekan kerja lebih pendek berharap, bekerja empat hari dalam seminggu akan membuat pekerja lebih bahagia dan produktif pada saat Jerman sedang berkutat dengan pertumbuhan produktivitas lebih lambat dan kekurangan tenaga kerja.
Buhren menambahkan, “Kami telah melihat bahwa mereka (staf) menjadi sangat kreatif dan menemukan cara untuk melenturkan cara bekerja dan waktu yang mereka habiskan untuk bekerja sehingga kerja empat hari bukan sembarangan kerja empat hari. Ada sekitar 12 mode berbeda yang yang telah kami lihat sejauh ini.”
Produktivitas menjadi pertanyaan besar dari eksperimen tersebut setelah mencapai angka tertinggi sepanjang masa. Yaitu sebesar 105,20 poin pada November 2017, dimana produktivitas Jerman terus menurun. Walau data dari Deutsche Bundesbank, produktivitas itu masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara besar lainnya di Eropa.
Berdasarkan para pendukung sistem empat hari kerja dalam sepekan, mengurangi satu hari kerja akan meningkatkan kesejahteraan dan motivasi pekerja sehingga membuat mereka lebih produktif.
Buhren menambahkan, lonjakan motivasi tersebut juga terlihat di industri yang mengalami kekurangan tenaga terampil atau staf.
“Industri sudah mengalami kekurangan pekerja, hampir menjadi paradoks untuk mengatakan, apakah Anda ingin bekerja lebih sedikit?” kata Buhren.
“Jadi, meskipun perusahaan-perusahaan ini menawarkan cara baru dalam mengerahkan tenaga kerja mereka, hal ini sebenarnya berfungsi sebagai insentif, sebagai branding perusahaan. Di sinilah perusahaan meningkatkan nilai merek mereka dan oleh karena itu melihat peningkatan 300 persen dalam lamaran kerja yang dikirimkan kepada mereka.”
Bekerja dengan jam kerja lebih sedikit per pekan juga meyakinkan mereka yang tidak bersedia bekerja seminggu penuh untuk memasuki dunia kerja. Sehingga, membantu mengurangi kekurangan tenaga kerja yang saat ini melanda Jerman.
Kesulitan isi lowongan kerja
Pada November lalu, Kamar Dagang dan Industri DIHK menyatakan, separuh perusahaan Jerman kesulitan mengisi lowongan kerja. Ribuan pekerjaan yang tidak terisi menyebabkan kerugian lebih dari 90 miliar euro atau sekitar 1.500 triliun rupiah pada perekonomian Jerman dalam satu tahun terakhir.
Meskipun tidak jelas apakah pekan kerja yang lebih singkat akan menyelesaikan masalah itu, orang-orang Jerman tampak bersemangat untuk mencobanya.
Survei Forsa menemukan, 71 persen orang yang bekerja di Jerman ingin mempunyai pilihan untuk bekerja empat hari sepekan.
Lebih dari tiga perempat dari mereka yang disurvei mengatakan, mendukung pemerintah untuk mengeksplorasi potensi penerapan empat hari seminggu.
Di kalangan pengusaha, lebih dari dua dari tiga perusahaan mendukung hal tersebut.
Bagi Tia Robinson, CEO sekolah bahasa Expath yang berbasis di Berlin, keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi merupakan alasan untuk memperpendek jam kerja dari lima hari menjadi empat.
“COO (chief operating officer) dan saya punya keinginan kami sendiri, juga bagi para pekerja. Kami ingin menyeimbangkan hidup kami dengan lebih baik, sang COO ingin menulis buku dengan empat hari seminggu mereka,” kata Tia Robinson. (P-ANT/SN/jr)