PIORITAS, 19/4/2024 (Jakarta): Lebih dari 11 ribu warga di sekitar wilayah Gunung Ruang, Kabupate Siau, Tagulandang, dan Biaro (Sitaro), Sulawesi Utara harus dievakuasi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), beralasan bahwa hal tersebut dilakukan menyusul naiknya status Gunung Api tersebut dari yang sebelumnya Level III (Siaga) menjadi level IV atau AWAS.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari memerinci jumlah penduduk tersebut sesuai dengan perhitungan jarak aman sejauh 6+1 kilometer dari Gunung Ruang. “Dari hitungan populasi statis berdasarkan rumah penduduk di sana seharusnya paling tidak ada 11 ribu jiwa yang harus mengungsi sementara,” kata Abdul dikutip dari CNNIndonesia, Jumat (19/4/2024).
Menurut Abdul setidaknya terdapat empat kapal yang akan dikerahkan untuk mengevakuasi warga di Pulau Tagulandang. Rinciannya yakni satu Kapal Perang RI (KRI), dua kapal ferry, dan satu kapal milik Basarnas.
“Jadi paling tidak, ada empat kapal sudah pasti bisa mendukung. Dan tentu saja Kepala BNPB akan meninjau langsung proses tanggap darurat dan evakuasi ke Sulut,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Tim Kerja Pengamatan Gunung Api Heruningtyas membeberkan erupsi G. Ruang berulang kali terjadi dalam sejarah dan tercatat sejak tahun 1808. Adapun, bahaya utama dari erupsi G. Ruang adalah awan panas dan aliran lava yang dapat melanda seluruh pulau.
Sedangkan bahaya terhadap pulau di sekitarnya yang berdekatan dapat berupa jatuhan bom vulkanik, lapili sampai abu yang mungkin masih panas. Namun bahaya lahar hanya terbatas di pulau Ruang saja.
“Dan ini yang salah satu bahaya yang cukup berdampak bagi kehidupan manusia adalah adanya lontaran batu pijar yang sangat mengancam dan ini jatuhan bom atau vulkanik tidak hanya terjadi di area pulau gunung ruang tetapi juga terjadi di sebagian barat pulau tagulandang atau pulau di seberang gunung ruang,” kata dia dalam Konferensi Pers, Kamis (18/4/24).
Menurut dia, keputusan menaikkan status level dari Siaga menjadi AWAS lantaran adanya potensi tsunami yang dapat terjadi. Terutama apabila material produk daripada Gunung Api tersebut jatuh ke dalam laut.
“Hal ini berdasarkan sejarah juga daripada gunung ruang yang pada waktu lalu menyebabkan tsunami dikarenakan dari aktivitas erupsi. Selanjutnya rekomendasi kami adalah di 6 km sehingga sebagian kecil dari pulau Tagulandang di area barat itu harus diungsikan,” ujarnya.
Oleh karena itu, berkaca pada pengalaman sebelumnya, PVMBG akhirnya menggunakan radius 6 km sebagai patokan untuk menghindari potensi tsunami yang mengancam. Khususnya di sisi bagian barat pulau Tagulandang.
Dampak dan Bahaya Erupsi Gunung Ruang
Sementara Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) meminta masyarakat yang berada di sekitar Gunung Ruang untuk tidak memasuki wilayah radius 6 km dari pusat kawah aktif. Hal tersebut menyusul erupsi Gunung Ruang yang statusnya kini menjadi level IV atau AWAS.
Ketua Tim Kerja Pengamatan Gunung Api Heruningtyas membeberkan erupsi Gunung Ruang berulang kali terjadi dalam sejarah dan tercatat sejak tahun 1808. Adapun, bahaya utama dari erupsi Gunung Ruang adalah awan panas dan aliran lava yang dapat melanda seluruh pulau.
Sedangkan bahaya terhadap pulau di sekitarnya yang berdekatan dapat berupa jatuhan bom vulkanik, lapili sampai abu yang mungkin masih panas. Namun bahaya lahar hanya terbatas di pulau Ruang saja.
“Dan ini yang salah satu bahaya yang cukup berdampak bagi kehidupan manusia adalah adanya lontaran batu pijar yang sangat mengancam dan ini jatuhan bom atau vulkanik tidak hanya terjadi di area pulau gunung ruang tetapi juga terjadi di sebagian barat pulau tagulandang atau pulau di seberang gunung ruang,” kata dia dalam Konferensi Pers, dikutip CBNC Indonesia, Jumat (19/4/2024).
Menurut dia, keputusan menaikkan status level dari Siaga menjadi AWAS lantaran adanya potensi tsunami yang dapat terjadi. Terutama apabila material produk daripada Gunung Api tersebut jatuh ke dalam laut.
“Hal ini berdasarkan sejarah juga daripada gunung ruang yang pada waktu lalu menyebabkan tsunami dikarenakan dari aktivitas erupsi. Selanjutnya rekomendasi kami adalah di 6 km sehingga sebagian kecil dari pulau Tagulandang di area barat itu harus diungsikan,” ujarnya.
Oleh karena itu, berkaca pada pengalaman sebelumnya, PVMBG akhirnya menggunakan radius 6 km sebagai patokan untuk menghindari potensi tsunami yang mengancam. Khususnya di sisi bagian barat pulau Tagulandang.
Sisi lain, Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid mengungkapkan pihaknya terus memantau perkembangan Gunung Ruang di lapangan. Sebab potensi tsunami yang disebabkan oleh lontaran material abu, awan panas dan guguran lava yang jatuh ke dalam laut bisa saja terjadi. “Saya sudah perintahkan untuk pantau dari waktu ke waktu. Terus kami pantau termasuk kemungkinan itu (tsunami),” kata Wafid.
PVMBG menyebut, peningkatan status ini karena berdasarkan pemantauan visual dan instrumental, termasuk kegempaan, aktivitas vulkanik Gunung Ruang terus meningkat. “Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental yang menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas vulkanik pada Gunung Ruang, maka tingkat aktivitas Gunung Ruang dinaikkan dari Level III (Siaga) menjadi Level IV (AWAS) terhitung mulai tanggal 17 April 2024 pukul 21.00 WITA,” ungkap Kepala PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM Hendra Gunawan, dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (19/04/24).
Hendra mengingatkan kepada masyarakat sekitar Gunung Ruang selain tidak memasuki wilayah radius 6 km dari pusat kawah aktif Gunung Ruang, masyarakat di Pulau Tagulandang, khususnya yang bermukim di dekat pantai, agar mewaspadai potensi lontaran batuan pijar, luruhan awan panas (surge), dan tsunami yang disebabkan oleh runtuhan tubuh gunungapi ke dalam laut.
“Masyarakat yang bermukim pada wilayah P. Tagulandang yang masuk dalam radius 6 km agar segera dievakuasi ke tempat aman di luar radius 6 km. Pemerintah Daerah, BPBD Provinsi dan Kabupaten agar senantiasa berkoordinasi dengan Pos Pengamatan Gunung Api Ruang, Desa Tulusan, Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara atau Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung,” pungkas Hendra. (P-*/wl)