29.9 C
Jakarta
Friday, November 8, 2024

    BI siapkan lima kebijakan lanjutan hadapi dampak virus corona, lihat peluang untuk ciptakan kesempatan baru

    Terkait

    Jakarta, 3/3/20 (SOLUSSInews.com) – Saat ini pihak Bank Indonesia menempuh beberapa langkah kebijakan lanjutan untuk menjaga stabilitas moneter dan pasar keuangan, termasuk memitigasi risiko wabah virus corona atau Covid-19. Pasalnya, ketidakpastian pasar keuangan global akibat virus corona atau Covid-19 dinilai semakin tinggi, meskipun intensitas di Tiongkok mulai berkurang.

    Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyampaikan, langkah penguatan tersebut meliputi lima kebijakan. Pertama, meningkatkan intensitas triple intervention agar nilai tukar Rupiah bergerak sesuai dengan fundamentalnya dan mengikuti mekanisme pasar. Bank Indonesia akan mengoptimalkan strategi intervensi di pasar DNDF atau Domestic Non Delivery Forward, pasar spot, dan pasar Surat Berharga Negara (SBN), guna meminimalkan risiko peningkatan volatilitas nilai tukar Rupiah.

    “Peningkatan intensitas yang dimaksud adalah kita meningkatkan volumenya, baik spot, DNDF, maupun pembelian SBN, agar pasar yakin bahwa BI selalu berada di pasar untuk melaksanakan tugasnya dalam menjaga pasar. Untuk SBN yang sudah kami beli di pasar sekunder sekitar Rp103 triliun, di mana Rp80 triliun kami beli di akhir Januari 2020 sejak mulai merebaknya virus korona,” kata Perry Warjiyo, di gedung BI, Jakarta, Senin (2/3/20) kemarin.

    Kebijakan lanjutan kedua adalah dengan menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Valuta Asing Bank Umum Konvensional dan Syariah, dari semula 8 persen menjadi 4 persen. Kebijakan ini akan berlaku mulai 16 Maret 2020.

    “Penurunan rasio GWM Valas tersebut akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan sekitar US$ 3,2 miliar dan sekaligus mengurangi tekanan di pasar valas,” kata Perry.

    Ketiga, menurunkan GWM Rupiah sebesar 50 basis poin (bps) yang ditujukan kepada bank-bank yang melakukan kegiatan pembiayaan ekspor-impor, yang dalam pelaksanaannya akan berkoordinasi dengan Pemerintah. Kebijakan yang akan diimplementasikan mulai 1 April 2020 untuk berlaku selama sembilan bulan ini diharapkan dapat mempermudah kegiatan ekspor-impor melalui biaya yang lebih murah.

    “Setelah terjadinya Covid-19, memang para eksportir dan improtir mengalami kesulitan melakukan kegiatan perdagangan internasional. Tidak hanya masalah logistik atau distribusi, tetapi juga untuk para importir yang semula mengimpor dari Tiongkok dan bila ingin impor dari negara lain biayanya akan lebih mahal. Dengan penurunan GWM Rupiah sebesar 50 bps, diharapkan kebijakan ini dapat mempermudah dunia usaha dalam melakukan kegiatan ekspor dan impor melalui biaya yang lebih murah,” papar Perry.

    Kebijakan lanjutan keempat adalah memperluas jenis underlying transaksi bagi investor asing, sehingga dapat memberikan alternatif dalam rangka lindung nilai atas kepemilikan Rupiah. Kelima, BI menegaskan kembali bahwa investor global dapat menggunakan bank kustodi global dan domestik dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia.

    “Bagi investor asing yang melepas kepemilikan SBN Rupiah dan masih memasukkannya dalam rekening Rupiah di Indonesia, itu bisa digunakan sebagai underlying transaksi untuk membeli DNDF, sehingga investor asing tidak perlu melakukan lindung nilai melalui offshore NDF,” terang Perry.

    Perry menegaskan Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan pasar keuangan dan perekonomian, termasuk dampak Covid-19 serta terus memperkuat bauran kebijakan dan koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait, untuk mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong momentum pertumbuhan ekonomi, serta mempercepat reformasi struktural.

    “Terkait dengan asesmen BI mengenai Covid-19 terhadap Indonesia, kami masih konsisten bahwa dampak yang terberat terjadi di Februari dan Maret. Insyaallah akan mulai mengalami perbaikan di bulan April. Meskipun belum tentu pulih, tetapi mulai mengalami perbaikan di April, Mei dan seterusnya, kemudian mulai pulih enam bulan,” tegas Perry.

    Lihat ada peluang

    Tantangan global yang turut memengaruhi perekonomian Indonesia semakin bervariasi. Belum tuntas perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, kini muncul wabah virus corona (covid-19) yang berawal dari Tiongkok dan telah menyebar ke banyak negara di Indonesia. Meskipun di Indonesia belum ditemukan korban akibat kasus virus corona, tetapi pengaruhnya cukup besar lantaran Tiongkok merupakan mitra dagang utama Indonesia.

    Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, IGP Wira Kusuma menyampaikan, wabah virus corona ini sebetulnya tidak selalu memberi dampak buruk bagi Indonesia. Ia menilai tantangan ini juga bisa memberikan peluang untuk menciptakan kesempatan baru dalam menjaga kinerja perekonomian Indonesia.

    “Dalam suatu ketidakpastian, selalu ada opportunity. Namun ini tergantung bagaimana kita meresponnya. Kalau kita bicara ekspor, mungkin ekspor kita ke Tiongkok akan berkurang. Tetapi ada tujuan ekspor yang sifatnya non-tradisional yang bisa kita kembangkan. Tantangan ini akan memaksa kita berinovasi mencari kesempatan yang lain,” kata Wira Kusuma, di acara pelatihan wartawan yang digelar Bank Indonesia, di Bandung, Sabtu (29/2/20).

    Ketika ekspor komoditas terdampak signifikan akibat pelemahan ekonomi global, Wira mengatakan kondisi ini juga akan mendorong penguatan industri manufaktur yang memberikan nilai tambah.

    “Ketika pertumbuhan ekonomi tidak bisa lagi mengandalkan sisi eksternal seperti ekspor, permintaan domestik bisa kita optimalkan. Bagaimana kita menjaga konsumsi, inflasi, semua kita jaga. Untuk menjaga investasi juga ada omnibus law dan pengerjaan proyek infrastruktur, itu kita lakukan dengan baik,” tambah Wira.

    Sebagai imbas dari penyebaran virus corona yang semakin meluas, BI memang telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi di 2020 dari semula 5,1 persen – 5,5 persen menjadi 5,0 persen – 5,4 persen. Namun ditegaskan Wira, penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi ini bukan berarti BI pesimis dengan kondisi perekonomian Indonesia.

    “Kita menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi bukan berarti optimisme itu turun. Optimisme yang rasional, itu yang penting. Kalau kita bicara dengan kondisi seperti saat ini, virus korona berkembang, kemudian kita mengatakan Indonesia tetap optimistis pertumbuhan ekonomi naik 6 persen, siapa yang akan percaya? Yang terpenting adalah optimisme yang rasional. Yang dilakukan BI adalah melakukan assessment dengan benar, dengan sungguh-sunguh untuk menentukan langkah yang diambil, sehingga investor melihat itu,” kata Wira.

    Ditambahkan ekonom Bank Permata, Josua Pardede, penyebaran virus corona ini juga bisa menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk mendorong kunjungan wisatawan lokal ke lokasi wisata dalam negeri. Kebijakan pemerintah memberikan insentif untuk industri parisiwata juga dinilai sebagai langkah yang tepat.

    “Dalam kondisi seperti saat ini, kecenderungannya orang akan takut bepergian ke luar negeri. Ini juga bisa menjadi peluang bagi pariwisata kita,” kata Josua Pardede. (S-BS/jr)

    - Advertisement -spot_img

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    - Advertisement -

    Terkini