PRIORITAS, 19/3/25 (Jakarta): Bank Indonesia (BI) menyampaikan tanggapannya mengenai fluktuasi di pasar saham pada Selasa (18/3/25). BI menegaskan, pihaknya terus menjalin koordinasi yang erat dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menjaga kestabilan aset keuangan domestik.
“Pesan kami kepada investor, kami memastikan bahwa aset keuangan di Indonesia, khususnya Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), tetap menarik bagi investor asing untuk berinvestasi di Indonesia,” ucap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Maret 2025 di Gedung Thamrin, BI, pada Rabu (19/3/25).
Pemerintah dan Bank Indonesia terus berkolaborasi dalam menerapkan kebijakan untuk memperkuat fondasi perekonomian nasional. Koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter dilakukan dengan pendekatan yang hati-hati.
“Kami bersama menteri keuangan bersinergi erat untuk memastikan kebijakan moneter dan fiskal tetap prudent. Sinergi ini bertujuan menjaga stabilitas ekonomi nasional sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Perry.
BI jamin kestabilan rupiah
Perry menekankan, imbal hasil SBN dan SRBI tetap kompetitif dan menarik dibandingkan dengan negara lain. Selain itu, BI menjamin kestabilan nilai tukar rupiah, sehingga imbal hasil investasi, baik sebelum maupun setelah mempertimbangkan stabilisasi nilai tukar, tetap menguntungkan bagi investor.
“Kami akan terus memperbanyak instrumen investasi bagi para investor di Indonesia,” tuturnya terkait penurunan pasar saham.
Per Senin (17/3/25), nilai instrumen SRBI, Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) masing-masing capai Rp892,36 triliun, US$2,3 miliar, dan US$320 juta.
Pada tanggal tersebut, kepemilikan nonresiden dalam SRBI tercatat sebesar Rp232,41 triliun atau 26,05 persen dari total outstanding. Selain itu, rata-rata transaksi harian SRBI mencapai Rp16 triliun.
Repo pasar semakin meningkat
Sejak diterapkannya sistem dealer utama (primary dealer) pada Mei 2024, aktivitas transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement (repo) antar pelaku pasar semakin meningkat. Hal ini memperkuat efektivitas instrumen moneter dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta mengendalikan inflasi.
“Primary dealer juga sangat aktif, tidak hanya pada SRBI tetapi juga pada SVBI, SUVBI, serta instrumen lainnya, termasuk devisa hasil ekspor sumber daya alam,” imbuh Perry.
Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan (trading halt) di pasar saham pada Selasa (18/3/25) pukul 11.19.31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) setelah IHSG turun 5 persen.
Keputusan ini sesuai dengan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 tentang Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di BEI dalam Kondisi Darurat.
BEI menghentikan perdagangan saham selama 30 menit, kemudian dilanjutkan pada pukul 11.49.31 waktu JATS tanpa perubahan jadwal.
Pemerintah kumpul Rp28 Triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, dalam lelang Surat Utang Negara (SUN) pada Selasa (18/3/25), pemerintah berhasil mengumpulkan Rp28 triliun, melampaui target indikatif Rp26 triliun. Dari total tersebut, investor asing menyumbang Rp5,33 triliun atau 19,04 persen.
“Yield yang diperoleh relatif baik, yaitu setara dengan tingkat yield di pasar sekunder. Artinya, tidak diperlukan pemberian premium atau tambahan imbal hasil untuk menarik investor,” ujar Sri Mulyani.
Spread SUN tenor 10 tahun terhadap US Treasury (UST) tercatat 267 basis poin (bps), jauh lebih rendah dibandingkan negara sejenis seperti Meksiko (521 bps), Afrika Selatan (629 bps), dan Brasil (1.070 bps).
Ini mengindikasikan investor menghadapi biaya lebih tinggi untuk membeli surat utang di negara-negara tersebut dibandingkan di Indonesia.
“Kementerian Keuangan terus mengelola APBN secara prudent dan kredibel untuk mendukung tujuan pembangunan serta menjaga kepercayaan masyarakat dan pelaku ekonomi,” kata Sri Mulyani saat memberikan gambaran pasar keuangan Indonesia. (P-*r/Zamir A)