Pada sesi perdagangan sebelumnya, yakni Jumat (17/10/25), rupiah berakhir melemah sembilan poin dan berada di level Rp16.589 per dolar AS.
Menurut laporan Reuters, sebagian besar mata uang Asia turut mengalami penguatan di awal pekan ini. Yuan Tiongkok terpantau stabil di posisi 7,1261 per dolar AS di pasar luar negeri (offshore market), sementara dolar Australia (Aussie) naik 0,4 persen ke level US$0,6511.
Data ekonomi menunjukkan, pertumbuhan PDB China pada kuartal III 2025 melambat menjadi 4,8 persen secara tahunan, sejalan dengan perkiraan para analis. Perlambatan ini tidak banyak berdampak pada pergerakan pasar karena investor lebih menyoroti isu geopolitik dan arah kebijakan moneter global.
Perdagangan AS dan China
Kyle Rodda, analis pasar dari Capital.com, menyebutkan, pelaku pasar masih bersikap waspada terhadap tensi perdagangan antara Amerika Serikat dan China, terutama terkait ekspor mineral rare earth yang berperan penting dalam industri semikonduktor.
“Ada semacam mutually assured destruction, kedua pihak tahu bahwa pembatasan penuh ekspor atau tarif 100 persen akan merugikan keduanya. Karena itu, pasar mulai memperkirakan adanya deeskalasi. Namun, volatilitas bisa berlanjut sampai pernyataan resmi keluar,” imbuh Rodda.
Sementara itu, yen Jepang melemah di tengah meningkatnya keyakinan bahwa Sanae Takaichi, politisi konservatif yang dikenal sebagai pendukung kebijakan stimulus fiskal dan moneter agresif, hampir pasti akan menjadi perdana menteri berikutnya. (P-Zamir)
No Comments