PRIORITAS, 1/10/25 (Jakarta): Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan duka mendalam atas robohnya musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (29/9/25). Peristiwa itu menewaskan tiga orang serta melukai puluhan santri yang tengah menunaikan salat berjamaah.
“Dukacita kami sampaikan bagi para korban akibat kejadian ini. Pemerintah harus memastikan setiap santri belajar dan beribadah di tempat yang aman, layak, dan bermartabat,” kata Puan.
Insiden runtuhnya musala terjadi ketika bangunan yang belum rampung tiba-tiba ambruk. Data terakhir Selasa (30/9/25) pukul 08.00 WIB menunjukkan 98 santri tercatat sebagai korban, dengan perawatan di RSUD Sidoarjo, RSI Siti Hajar, dan RS Delta Surya.
Tim SAR melanjutkan evakuasi dengan risiko tinggi karena struktur bangunan rapuh. Hingga hari kedua, 11 korban berhasil dikeluarkan dari bawah reruntuhan. Secara keseluruhan, 102 orang sudah dievakuasi, terdiri dari 91 korban dirawat, 10 orang dipulangkan, dan tiga korban meninggal dunia. Masih ada sekitar 38 santri yang diperkirakan terjebak.
“Evakuasi harus memprioritaskan keselamatan dan keamanan para santri yang masih terjebak di reruntuhan bangunan,” tegas Puan.
Puan dorong audit teknis
Menurut Puan, insiden ini bukan hanya duka keluarga korban, melainkan juga alarm serius bagi pemerintah untuk memperkuat pengawasan keselamatan bangunan pendidikan dan keagamaan. Ia menilai lemahnya kontrol dalam proses pembangunan fasilitas pesantren berkontribusi pada tragedi ini.
“Negara harus hadir memastikan setiap proses pembangunan, terlebih yang menyangkut fasilitas publik untuk anak-anak, dilakukan sesuai kaidah konstruksi yang benar dan diawasi secara ketat,” ujarnya.
Puan meminta pemerintah pusat dan daerah memberi pendampingan menyeluruh kepada Pondok Pesantren Al Khoziny, termasuk kepada yayasan, para santri, dan keluarga.
“Aparat terkait, termasuk Kementerian PU, Kementerian Agama, dan pemerintah daerah, harus bekerja sama melakukan audit teknis bangunan. Juga pendampingan psikologis atau trauma healing bagi korban,” jelasnya.
Lebih jauh, ia mendorong agar langkah penanganan tidak hanya bersifat darurat, tetapi juga mencakup strategi jangka panjang berupa revisi regulasi serta penguatan sistem pengawasan pembangunan fasilitas pendidikan dan keagamaan.
“Negara tidak boleh abai terhadap hak dasar anak untuk mendapatkan lingkungan pendidikan dan keagamaan yang sehat serta terlindungi dari risiko bencana dan kecelakaan teknis,” pungkasnya. (P-Khalied M)
No Comments