PRIORITAS, 21/8/25 (Jakarta): Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan kesiapannya mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 5,4 perse pada 2026. Meski demikian, para pelaku usaha menilai masih banyak tantangan yang dihadapi dalam menjalankan operasional bisnis.
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menyoroti tingginya beban biaya operasional yang ditanggung pengusaha. Salah satunya adalah biaya logistik di Indonesia yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Singapura.
“Kami sudah seringkali menyampaikan bahwa realitanya kita memang masih terjebak dalam high cost trap. Indonesia mungkin termasuk yang high cost economy yang mungkin masih menjadi tantangan untuk bisa berkompetisi dengan negara-negara tetangga,” ungkap Shinta dalam program Investor Market Today, Kamis (21/8/25).
“Kalau kita lihat biaya logistik Indonesia itu juga lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia, China, Singapura, dan lain-lain. Dan ini menjadi satu kendala,” tuturnya.
Selain itu, biaya listrik juga menjadi beban besar bagi pelaku industri. Shinta menuturkan, ia pernah menerima laporan, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia harus membayar tarif listrik lebih tinggi dibandingkan industri sejenis di sejumlah negara lain.
Shinta juga menambahkan, suku bunga kredit di Indonesia masih tergolong tinggi atau high cost money, berada pada kisaran delapan hingga 14 persen. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan negara-negara ASEAN yang umumnya hanya sekitar empat hingga enam persen.
Di luar masalah modal, Apindo juga menyoroti sejumlah aspek lainnya, seperti kepastian hukum atau dari segi regulasi perizinan dan lain-lain. Selain itu terdapat juga fenomena daya beli masyarakat kelas menengah yang menurun.
“Jadi, di sisi lain kekuatan sebuah ekonomi itu tentunya bukan hanya dari sisi produksi, tetapi juga dari daya beli masyarakat yang menopang permintaan domestik ini,” ujarnya. (P-*r/Zamir Ambia)