PRIORITAS, 12/8/25 (Jakarta): Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan data yang menunjukkan kontribusi diaspora, termasuk pekerja migran, terhadap perekonomian Indonesia sangat besar dan signifikan dalam mendukung perekonomian nasional.
Berbicara dalam forum “Diaspora Global Summit 2” yang digelar Indonesian Diaspora Network United (IDN-United) di Jakarta, Selasa (12/8/25), Yusril mengatakan, nilai remitansi (transfer uang yang dilakukan pekerja asing ke penerima di negara asalnya, red.) yang dikirim para Pekerja Migran Indonesia (PMI) setiap tahunnya mencapai sekitar Rp130 triliun.
“Angka ini bahkan pernah melampaui total investasi asing di Indonesia, setara dengan devisa sektor pariwisata, dan lebih tinggi dibandingkan penerimaan pajak dari industri pertambangan,” ujar Yusril.
Harumkan nama Indonesia
Ia memaparkan, jumlah diaspora Indonesia di berbagai negara diperkirakan mencapai sedikitnya delapan juta orang. Mereka tidak hanya bekerja di sektor informal, tetapi juga berkiprah sebagai profesional di bidang masing-masing, mulai dari akademisi, ilmuwan, insinyur, pengusaha, seniman, atlet, hingga aparat militer dan kepolisian di negara lain.
Yusril menambahkan, diaspora berperan penting dalam memperkenalkan budaya Indonesia, mendorong investasi, menambah pemasukan negara melalui aset dan pajak, serta berkontribusi di berbagai bidang strategis seperti diplomasi, ekonomi, sosial budaya, hingga ilmu pengetahuan.
“Diaspora pada hakikatnya adalah duta bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di pentas dunia,” ucapnya.
Yusril mencontohkan sosok Presiden ke-3 RI B.J. Habibie yang pernah menimba ilmu dan berkarya di Jerman sebelum kembali ke tanah air untuk membangun industri strategis nasional, menggagas program beasiswa luar negeri, dan memimpin Indonesia.

Negara beri ruang dan kesempatan
Yusril menegaskan, putra-putri bangsa yang berkiprah di luar negeri dapat memberikan sumbangsih luar biasa jika negara memberi mereka ruang dan kesempatan. Para ilmuwan yang bekerja di pusat riset internasional, profesional yang berkarier di organisasi dunia, hingga pengusaha yang menguasai pasar global, semuanya adalah “brain bank” yang dimiliki Indonesia di luar batas teritorialnya.
“Alih-alih memandang diaspora sebagai brain drain (pengurasan otak, red.), kita harus melihatnya sebagai brain gain (peningkatan otak, red.). Potensi kecerdasan dan jejaring global diaspora adalah kekuatan yang bisa dihubungkan dengan kebutuhan pembangunan nasional,” tutur Yusril.
Ia menambahkan, pemerintah memiliki perhatian besar terhadap perlindungan hukum, hak asasi manusia, dan kemudahan keimigrasian bagi WNI di luar negeri. Prinsip ini, kata Yusril, berakar pada amanat konstitusi yang menyatakan negara wajib melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, di manapun mereka berada.
“Negara wajib hadir melindungi hak-hak WNI tanpa terkecuali, baik yang tidak bermasalah maupun yang tengah menghadapi persoalan hukum. Bahkan bagi mereka yang terlibat kasus berat seperti terorisme internasional, selama masih warga negara Indonesia, negara tetap memiliki kewajiban untuk membela dan melindungi,” tegas Yusril.
Talenta faktor penentu
Indonesian Diaspora Network-United (IDN-United) menyelenggarakan Diaspora Global Summit 2 pada 11-13 Agustus 2025 di Hotel JS Luwansa, Jakarta, dengan tema: “Connecting Global Talent with Home.”
Presiden Indonesian Diaspora Network-United (IDN-U) Prof. Herry Utomo menegaskan pentingnya talenta sebagai faktor penentu dalam menghadapi persaingan global.
Menurutnya, di tengah perkembangan teknologi dan infrastruktur yang sudah mapan, kompetisi di masa depan akan ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia.
“Talenta itu adalah currency of the future (transaksi yang memperjual belikan mata uang, red.). Semua basic machinery sudah settle, sehingga yang akan menjadi pembeda hanyalah talenta,” ujar Prof. Herry dalam konferensi pers Diaspora Global Summit 2 di JS Luwansa Hotel, Jakarta, Senin (11/8/25) lalu, dilansir dari Liputan6.com.
Forum diaspora ini digelar selama tiga hari, dimulai dengan Gala Dinner sebagai ajang networking dan penggalangan dana. Acara utama mencakup pembukaan resmi, sesi pleno, hingga diskusi paralel yang menghadirkan berbagai tokoh di bidang manajemen, bisnis, dan teknologi, termasuk topik terkini seperti kecerdasan buatan (AI).
Presiden IDN-U menekankan, forum ini tidak hanya menjadi wadah berbagi ide, tetapi juga tempat menyusun langkah konkret agar kontribusi diaspora bisa langsung dirasakan di Indonesia. “Kami ingin advokasi yang kami lakukan menyentuh perubahan nyata, bukan sekadar wacana,” kata Prof. Herry Utomo. (P-ht)