31.8 C
Jakarta
Saturday, June 21, 2025

    Sebanyak 24,8 juta orang Filipina buta huruf

    Terkait

    PRIORITAS, 3/5/25 (Manila): Sekitar 24,8 juta warga Filipina berusia sepuluh hingga 64 tahun dinyatakan buta huruf fungsional. Sementara 5,8 juta lainnya buta huruf dasar.

    “Kesalahan pendidikan, atau sistem pendidikan lemah di negara ini, yang disebabkan oleh kurangnya dana dan dukungan dari pemerintah, telah mengakibatkan jutaan orang Filipina buta huruf”, kata Senator Sherwin Gatchalian, seperti dikutip Beritaprioritas.com dari ABS-CBN, hari Sabtu (3/5/25).

    “Yang lebih akurat untuk 24,8 juta adalah mereka tidak dapat memahami. Mereka dapat membaca, mereka dapat menulis, mereka dapat berhitung tetapi mereka tidak dapat memahaminya”, tegasnya.

    Angka buta huruf fungsional maupun dasar tersebut sangat mencengangkan, karena mencakup sekitar 21,4 persen dari jumlah penduduk Filipina yang pada tahun 2024 sekitar 115,843,670 jiwa.

    Menurut dia, laporan Second Congressional Commission on Education (EDCOM) atau Komisi Kongres Kedua tentang Pendidikan di Filipina,  tahun pertama menunjukkan negara tersebut mengalami kesalahan pendidikan atau sistemnya lemah.

    Hal itu terjadi bukan hanya pada satu pemerintahan saja, tetapi serangkaian pemerintahan, sejak dulu hingga saat ini.

    Sistem pendidikan gagal

    Dia juga menyebut, sistem pendidikan Filipina gagal menyediakan pembelajaran holistik kepada siswa Filipina, antara lain karena jumlah buku dan peralatan yang tidak mencukupi, kurangnya tenaga kerja, dan lain-lain.

    Gatchalian, menyampaikan temuan kantornya sehubungan dengan pembahasan mereka, tentang hasil awal Survei Literasi Fungsional, Pendidikan, dan Media Massa (FLEMMS) 2024 oleh Otoritas Statistik Filipina (PSA).

    “Kita memiliki 5,86 juta konstituen yang tidak dapat membaca, menulis, dan berhitung. Itu artinya mereka tidak dapat membaca dan menulis sama sekali,” katanya.

    Otoritas Statistik Filipina menilai, literasi fungsional merupakan bentuk literasi yang lebih tinggi dan didefinisikan sebagai kemampuan untuk membaca, menulis, menghitung, dan memahami.

    Sementara, literasi dasar adalah kemampuan untuk membaca dan menulis pesan sederhana dalam bahasa atau dialek apa pun dengan pemahaman, dan untuk menghitung atau melakukan operasi matematika dasar.

    Literasi fungsional pada tahun 2024 berada di angka 70,8% yang berarti sebanyak 60.170.000 warga Filipina berusia 10 hingga 64 tahun dianggap sudah bisa membaca, menulis, berhitung dan mampu memahaminya.

    Sementara literasi dasar berada di angka 93,1% atau mencakup 79.135.000 warga Filipina dari kelompok usia yang sama, dinilai sudah dapat membaca, menulis dan berhitung secara umum.

    Lulusan SMA mengkhawatirkan

    Badan tersebut juga menyebutkan jumlah lulusan sekolah menengah atas, yang tidak memiliki kemampuan literasi fungsional cukup mengkhawatirkan.

    “Hanya 79% lulusan sekolah menengah atas dalam kurikulum K hingga 12 yang melek huruf secara fungsional,” kata Adrian Cerezo, Asisten Ahli Statistik Nasional PSA.

    “Itu cukup memprihatinkan. Itu berarti satu dari lima lulusan kami tidak dapat memahami dan menghayati cerita sederhana”, ujar Gatchalian menanggapi.

    Jika melihat angka tahun 2024, ada 18 juta siswa yang terdeteksi PSA yang merupakan siswa SMA, SMA, dan SMP, tetapi tidak melek huruf secara fungsional.

    “Artinya, mereka lulus dari sistem pendidikan dasar tetapi tidak bisa membaca, tidak bisa memahami cerita sederhana. Itu seharusnya tidak terjadi,” imbuh Senator tersebut.

    Tawi-tawi tertinggi buta huruf

    Cerezo mengatakan tingkat literasi dasar pada tahun 2024 tertinggi berada di Luzon Tengah atau Wilayah III sebesar 92,8%, sementara Daerah Otonomi Bangsamoro di Muslim Mindanao (BARMM) mencatat yang terendah dengan 81%.

    Wilayah Administratif Cordillera memiliki tingkat literasi fungsional tertinggi sebesar 81,2%, sementara Wilayah IX atau Semenanjung Zamboanga memiliki tingkat terendah dengan 59,3%.

    Menurut Gatchalian, Tawi-Tawi menduduki peringkat teratas di antara semua tempat dengan tingkat buta huruf fungsional yang tinggi.“Jumlahnya sekitar 218.000 dalam hal konstituen,” kata Gatchalian.

    “Di Tawi-tawi, jika Anda ingin mendatangkan bisnis ke sana, memiliki program mata pencaharian yang bermakna, akan sangat sulit jika orang tidak dapat memahami dan menghayati cerita yang sederhana”, ungkapnya.

    Gatchalian berpendapat, sangat penting unit-unit pemerintah di daerah tersebut untuk menanggulangi buta huruf di wilayah mereka, baik dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri maupun dengan mengalokasikan sumber daya nasional.

    “Kita tidak bisa hanya duduk dan tidur nyenyak di malam hari dengan mengetahui bahwa kita memiliki konstituen yang tidak bisa membaca, menulis, dan berhitung,” ujar Gatchalia.

    Solusi utama, Gatchalian mengatakan kurikulum MATATAG, yang pertama kali diterapkan pada tahun 2024, akan diterapkan secara penuh dua tahun dari sekarang.

    Kurikulum MATATAG sangat membantu karena mengurangi jumlah mata pelajaran dan kompetensi, sehingga para siswa dapat cepat menguasainya. (P-Jeffry W)

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    Terkini