PRIORITAS, 27/9/24 (Jakarta): Rencana pemberlakukaan aturan pembatasan penggunaan BBM subsidi per 1 Oktober 2024 mendatang, akhirnya benar-benar resmi dibatalkan.
Pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun buka suara perihal penundaan implementasi pengetatan kriteria pengguna Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi yang semula direncanakan mulai berjalan per 1 Oktober nanti.
Seperti dikemukakan Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi, saat ini pihaknya tengah mendalami lebih lanjut untuk menemukan mekanisme yang tepat agar distribusi BBM subsidi lebih rapi dan tepat sasaran.
“Kita sedang dalami untuk melihat bahwa seperti apa sih tujuan pemerintah agar BBM ini diterima oleh yang berhak, sesuai dengan kebutuhannya. Untuk menuju ke sana, sedang dicari mekanisme yang pas agar tidak membuat, apa namanya, biar distribusinya rapilah di lapangan,” ucap Agus ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (27/9/24).
Diakuinya, apabila hasil evaluasi terkait kebijakan pengetatan subsidi BBM tidak segera diselesaikan, ada kemungkinan kebijakan tersebut tidak akan diterapkan pada pemerintahan Presiden Jokowi. Hal ini menunjukkan, penerapannya kemungkinan akan bergeser ke pemerintahan berikutnya.
“Ya, kalau kita selesai evaluasinya dan semua sepakat, ya bisa aja. Jadi, intinya itu sampai kesiapannya,” ujarnya.
Aturannya belum akan terbit dalam waktu dekat
Seperti diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menyampaikan, aturan mengenai siapa saja yang berhak menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite dan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar Subsidi masih dalam pembahasan.
Karena itulah, menurutnya, aturan yang akan termuat di dalam Peraturan Menteri ESDM itu belum akan terbit dalam waktu dekat ini. Hal ini sekaligus mengoreksi pernyataan Bahlil sebelumnya yang sempat menyebut, semula aturan ini akan diberlakukan mulai 1 Oktober 2024.
“Feeling saya belum (Oktober). Feeling saya belum,” kata Bahlil ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (20/9/24) lalu.
Selanjutnya Bahlil mengatakan, pihaknya masih membahas aturan ini secara detil, sehingga dapat mencerminkan asas keadilan. Mengingat, selama ini penyaluran BBM bersubsidi masih belum tepat sasaran.
“Apa yang saya maksudkan keadilan? Targetnya adalah bagaimana subsidi yang diturunkan BBM itu tepat sasaran. Jangan sampai tidak tepat sasaran. Formulasinya seperti apa? Harus sampai di tingkat petani, nelayan. Nah, karena itu sekarang kita lagi godok,” kata dia.
Harus sosialisasi terlebih dulu
Seperti diketahui, pada beberapa waktu lalu, Bahlil menargetkan pelaksanaan pengetatan kriteria pengguna BBM subsidi ini akan diberlakukan mulai 1 Oktober 2024 ini. Aturan tersebut nantinya akan termuat di dalam Peraturan Menteri ESDM.
“Memang ada rencana begitu (1 Oktober). Karena begitu aturannya keluar, Permen-nya keluar, itu kan ada waktu untuk sosialisasi. Nah, waktu sosialisasi ini yang sekarang saya lagi bahas,” kata Bahlil ditemui usai Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (27/8/24) lalu.
Berdasarkan CC mobil
Sementara itu, berdasarkan informasi yang diterima CNBCIndonesia.com, pemerintah sempat berencana kriteria pengguna BBM subsidi akan ditentukan berdasarkan kapasitas mesin mobil atau Cubicle Centimeter (CC). Adapun untuk yang masih berhak mengisi BBM Solar subsidi maksimal mobil dengan kapasitas mesin 2.000 CC, sementara BBM Pertalite maksimal 1.400 CC.
Dengan begitu, mobil di atas 2.000 CC tidak akan berhak mengisi BBM Solar subsidi dan mobil di atas 1.400 CC tidak akan diizinkan mengisi BBM Pertalite.
Disebutkan, batalnya rencana pengetatan kriteria pengguna BBM subsidi ini selang sepekan sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar anggota kabinetnya tidak mengeluarkan kebijakan yang ekstrem jelang pergantian pemerintahan.
Sebagaimana diketahui, dalam Sidang Kabinet Paripurna terakhir pada Jumat (13/9/24) di IKN, Kalimantan Timur, Presiden Jokowi meminta kepada para Menteri Kabinet Indonesia maju untuk tidak membuat kebijakan-kebijakan yang ekstrem, khususnya berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
Selain itu, Jokowi meminta untuk menjaga situasi kondusif demi stabilitas untuk tetap tumbuh dalam melakukan pembangunan. Hal ini untuk memastikan untuk tidak ada riak-riak gejolak sampai pada pemerintahan berikutnya atau dalam hal ini pemerintahan Presiden RI terpilih Prabowo Subianto.
“Artinya kita harus bisa menjaga daya beli masyarakat, jaga inflasi, jaga pertumbuhan, jaga keamanan, jaga ketertiban, dan jangan membuat kebijakan-kebijakan yang ekstrim terutama yang berkaitan dalam hajat orang banyak, yang berpotensi merugikan masyarakat luas, yang berpotensi menimbulkan gejolak,” ungkap Jokowi di Sidang Kabinet Paripurna terakhir di IKN, Jumat (13/9/24) lalu tersebut. (P-jr) — foto ilustrasi istimewa