Oleh: Bert Toar Polii
PRIORITAS, 15/9/24 (Tondano): Tanpa disadari, Kota Tondano sebagai ibukota Kabupaten Minahasa termasuk salah satu kota yang langka di dunia ini.
Sebagai kota ditepi Danau terhitung sangat jarang ada di dunia ini apalagi dikelilingi oleh pegunungan. Memang ada beberapa di Amerika Serikat sebut saja ada Michigan dan New Hampshire, Di China ada Danau barat di Hangzhou, Danau Baikal di Kota Irkutsk Russia dan lain-lain tapi tidak banyak paling sekitar 20an.
Belum lagi Danau yang ada pulau ditengahnya. Selain pulau Samosir di Danau Toba ada Pulau Bled di Danau Bled di Slovenia yang sudah menjadi daerah kunjungan wisata terkenal.
Kondisi Danau Bled hampir mirip dengan Danau Tondano. Danau ini terletak di antara Pegunungan Alpen dan juga Lautan Mediterania. Warna hijau zamrud dari danau ditambah adanya Pulau Bled ditengah-tengahnya akan jadi pemandangan utama ketika berada di sini.
Pemandangan danau Bled ini juga bisa dinikmati dari kastil yang dibangun di pegunungan sekitarnya.
Ini semua bisa dibuat di danau Tondano malah lebih keren lagi karena sudah tersedia jalan untuk mengelilingi Danau Tondano tanpa membosankan karena akan melewati banyak kampung yang juga sekalian bisa dijadikan kampung wisata.
Tentu saja yang pertama perlu konsentrasi adalah penanganan enceng gondok agar tuntas. Apa yang dibuat sekarang sepertinya tidak menyelesaikan masalah hanya menunda saja dan anggaran habis percuma.
Setelah enceng gondok terselesaikan maka pemanfaatan Danau kemudian diatur sebaik mungkin. Jika memang karamba mau dipertahankan maka perlu diatur hanya daerah tertentu serta penerapan aspek lingkungan hidup yang ketat.
Lebih baik diatas karamba dibuat restoran terapung, pemancingan dan lain-lain tapi tertata rapi dan tidak merusak lingkungan Danau.
Ikan-ikan khas Danau Tondano seperti nike, payangka, mujair dan lain-lain kembali disebar dan hanya nelayan dengan perahu bolotu dan menggunakan alat tangkap yang sudah diijinkan saja yang boleh menangkap ikan di Danau.
Namun agar nelayan dari Tondano bisa ikut maka sungai Tondano atau ‘teberan” perlu diperdalam lagi selain menghancurkan enceng gondok.
Ini juga nantinya akan menjadi alternatif transportasi di kota Tondano.
Di tengah danau Tondano ada Pulau Likri yang mungkin perlu diperluas sedikit dengan cara reklamasi. Di pulau ini bisa dibangun Gereja Oikumene dan kegiatan terkait atau dibangun replica bahtera Nabi Nuh.
Lingkungan di sekitar Danau Tondano bisa dibilang berhawa sejuk, karena berada di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut, dan karena pasokan hawa dingin yang berasal dari pegunungan yang mengelilinginya, yaitu Gunung Masarang, Gunung Kaweng, pegunungan Lembean, dan Bukit Tampusu.
Di pegunungan ini telah banyak dibangun objek wisata, tempat menginap dengan view Danau Tondano.
Masih banyak yang bisa dibangun disini seperti bukit doa, Kapel atau gereja yang unik. Apalagi kemudian disampingnya ada kelenteng, masjid, pura , sinagoge. Bisa juga miniature Jerusalem dibuat disini.
Bisa juga dikombinasikan dengan rumah jompo modern yang dilengkapi dengan rumah sakit berkelas untuk menarik para lansia dari Jepang dan Belanda yang mungkin saja ingin menghabiskan masa tuanya di daerah tropis yang tenang.
Selanjutnya mari benahi Kota Tondano. Selama ini banyak yang menyebut Tondano itu kota mati dari dulu begitu-begitu saja.
Penulis justru melihat ini sebagai “Blessing in Disguise”. Kenapa? Justru keterbelakangan Tondano membuat kitab isa menjadikan Tondano sebagai Kota Tua seperti Old Delhi yang kebetulan penulis sempat kesana.
Tapi bisa juga tidak se ekstreem itu langsung menjadikan kota tua tapi bisa meniru cara China yang sempat penulis lihat di Wuyi. Pemerintah memilih satu kompleks dan menetapkan sebagai kampung wisata. Terpilihnya kompleks tersebut karena masih banyak rumah-rumah tua yang ada. Selanjutnya pemilik tidak bisa merubah tempatnya membiarkan seperti jaman dulu dan tentu saja pemerintah memberikan subsidi.
Ketika kesana memang penulis melihat kehidupan jaman dulu seperti yang sering dilihat di film-film silat China.
Selanjutnya karena kondisi lalu lintas belum sekusut di kota besar lainnya maka Tondano dengan jalan-jalan yang datar, udara yang sejuk bisa dijadikan kota sepeda.
Ini juga akan membuat masyarakat lebih sehat dan tidak malas. Jalan-jalan tertentu hanya boleh dilewati sepeda dan bendi ataupun kalau boleh motor hanya motor listrik.
Menjadikan kota sepeda bukan pekerjaan sulit karena rasanya ada pabrik sepeda yang bersedia menjadi sponsor. Dengan aplikasi maka peminjaman dan pengembalian sepeda menjadi mudah. Pemerintah tinggal menyediakan tempat peminjaman sepeda sekaligus tempat pengembalian.
Jika ini bisa terlaksana maka menjadikan Tondano sebagai Kota Hijau jadi lebih mudah. Tahun lalu Alumni Smanto 170.1 Tondano dan WAG Tondano Kinatouanku telah merintisnya dengan menanam tanaman hias tabebuia dan lomba menghias pekarangan rumah.
Kalau ini semua sukses maka pasar bawah Tondano bisa dibangun “fish mart” di mana para pembeli bisa membeli ikan segar dan sayuran kemudian ada rumah makan tempat sewa untuk makan sekaligus memasaknya. Pembeli tinggal bilang mau dimasak apa, pedas atau tidak dan seterusnya. Tidak harus hanya ikan dari Danau bisa ditambah juga ikan laut dan lain-lain.
Selanjutnya tinggal memilih jalan untuk dijadikan seperti “night market” di Taiwan yang terkenal termasuk di beberapa kota besar di Asia dan Dunia seperti yang telah dikutip dari kompasiana.com. Penulis Bert Toar Polii adalah atlet, pelatih dan jurnalis bridge.(P-/*/wr)— foto ilustrasi istimewa