Ilustrasi kapal kkntainer. (‘Courtessy’ Antara/Beritasatu)PRIORITAS, 1/12/25 (Jakarta): Data terbaru dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat surplus neraca dagang pada periode Januari–Oktober 2025 mencapai US$35,88 miliar, meningkat sekitar US$ 10,98 miliar dibanding periode sama tahun lalu.
Disebutkan, surplus ini sekaligus memperpanjang tren positif selama 66 bulan berturut-turut, menandakan daya saing ekspor Indonesia tetap solid meski kondisi global belum sepenuhnya stabil.
Surplus sejak Mei 2020
Sementara itu, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengatakan, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus sejak Mei 2020 atau selama 66 bulan berturut-turut.
“Surplus sepanjang Januari–Oktober 2025 ditopang oleh surplus komoditas non-delivery nonmigas sebesar US$51,51 miliar, sementara komoditas migas masih mengalami defisit US$15,63 miliar,” paparnya di Jakarta, Senin (1/12/225), seperti dikutip Beritasatu.
Disebutkan, nilai ekspor tumbuh impresif, mendekati 7 persen. Peningkatan ini terutama didorong oleh sektor industri pengolahan, yang mencatat nilai ekspor sebesar US$187,82 miliar atau naik 15,75 persen.
Tiga negara terbesar tujuan ekspor
Adapun tiga negara tujuan ekspor terbesar Indonesia ialah China, Amerika Serikat, dan India.
Dikatakan, kontribusi ketiga negara tersebut mencapai 41,84 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia pada Januari–Oktober 2025.
Adapun China tetap menjadi pasar ekspor utama komoditas nonmigas Indonesia dengan nilai mencapai US$52,45 miliar (23,51 persen), disusul Amerika Serikat sebesar US$25,56 miliar (11,46 persen) dan India sebesar US$15,32 miliar (6,87 persen).
Lalu, nilai impor juga mengalami kenaikan meski dengan laju lebih lambat. Sepanjang Januari–Oktober 2025, impor naik 2,19 persen. Peningkatan terbesar terjadi pada barang modal, yang menandakan aktivitas produksi dan investasi masih bergerak.
Adapun kombinasi antara ekspor yang terus tumbuh dan impor barang modal yang menguat memberikan sinyal positif bagi perekonomian nasional.
Sementara pertumbuhan impor barang modal sering menjadi indikator peningkatan produksi di sektor industri dan manufaktur, yang pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ke level yang lebih tinggi. (P-*r/Bst/jr)
No Comments