33.4 C
Jakarta
Friday, November 22, 2024

    Warga Gaza kian tak puas dengan kepemimpinan Hamas: “Semoga Tuhan mengutuk mereka”

    Terkait

    PRIORITAS, 5/7/24 (Gaza): Gelombang ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Hamas yang dinilai suka perang, makin meningkat di kalangan warga Gaza.

    Sebagaimana dilansir BBC, dan dikutip Kompas.com, seorang pria dalam sebuah video yang beredar di media sosial itu terlihat sangat terpukul.

    Juga kspresi penuh kesakitan tampak jelas di wajahnya yang berlumuran darah.

    “Saya seorang akademisi. Saya sebelumnya memiliki kehidupan yang baik, namun kita memiliki kepemimpinan (Hamas) yang buruk. Mereka sudah terbiasa dengan pertumpahan darah kita, semoga Tuhan mengutuk mereka! Mereka sampah!” kata pria itu.

    Video tersebut – yang tidak terbayangkan bisa muncul sebelum perang Gaza – direkam di luar sebuah rumah sakit.

    Dilaporkan rumah sakit itu dipenuhi ratusan warga Palestina yang jadi korban dari operasi militer Israel untuk membebaskan sejumlah sandera dari Gaza tengah pada pertengahan Juni lalu.

    “Kalian adalah pengecut”

    Disebutkan, beberapa detik sebelum video berakhir, pria menoleh ke arah kerumunan orang-orang.

    “Saya salah satu dari kalian, tetapi kalian adalah pengecut. Kita bisa menghindari serangan ini!” katanya.

    Video itu viral, dan itu bukan satu-satunya.

    Kritik terbuka terhadap Hamas

    Tindakan kritik terbuka terhadap Hamas semakin meningkat di Gaza, baik di jalanan maupun di dunia maya.

    Bahkan beberapa pihak secara terbuka mengkritik Hamas karena menyembunyikan para sandera warga Israel di apartemen dekat pasar yang ramai. Juga karena menembakkan roket dari wilayah warga sipil.

    Sejumlah warga mengatakan kepada BBC, sumpah serapah dan makian terhadap kepemimpinan Hamas kini menjadi hal biasa di pasar.

    Malahan beberapa pengemudi gerobak keledai menjuluki keledai mereka dengan nama pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar.

    “Orang-orang mengatakan hal-hal seperti, ‘Hamas telah menghancurkan kita’ atau bahkan memohon kepada Tuhan untuk mengambil nyawa mereka,” kata seorang pria kepada BBC.

    “Mereka bertanya untuk apa serangan pada 7 Oktober (2023) itu – ada yang bilang serangan itu adalah hadiah untuk Israel.”

    Beberapa bahkan mendesak para pemimpin mereka untuk menyetujui gencatan senjata dengan Israel.

    Kehilangan dukungan akibat perang

    Tentu saja masih ada orang-orang di Gaza yang sangat setia kepada Hamas dan setelah bertahun-tahun berada di bawah kontrol yang represif, sulit untuk mengetahui seberapa jauh Hamas telah kehilangan dukungan, atau seberapa jauh lawan mereka merasa lebih mampu untuk mengutarakan pendapatnya.

    Namun seorang pejabat senior Hamas secara pribadi mengatakan kepada BBC beberapa bulan lalu, mereka kehilangan dukungan akibat perang. Bahkan beberapa orang yang selama ini mendapat gaji dari Hamas kini merasa bimbang.

    Seorang pegawai senior pemerintahan Hamas mengatakan kepada BBC, serangan Hamas merupakan “langkah gila dan tidak diperhitungkan”.

    Pegawai itu meminta BBC menyembunyikan identitasnya.

    “Saya tahu dari pengalaman saya kerja dengan Hamas bahwa mereka mempersiapkan diri dengan baik secara militer untuk serangan itu, tetapi mereka mengabaikan kepentingan dalam negeri,” katanya.

    “Mereka tidak membangun tempat perlindungan yang aman bagi warga, mereka tidak menyediakan cukup cadangan makanan, bahan bakar dan pasokan medis. Jika saya dan keluarga saya selamat dari perang ini, saya akan meninggalkan Gaza pada kesempatan pertama yang saya dapatkan.”

    Penentangan terhadap Hamas

    Sudah ada penentangan terhadap Hamas jauh sebelum perang, meskipun sebagian besar secara tersembunyi karena takut akan pembalasan.

    Ameen Abed, seorang aktivis politik, mengatakan dia telah ditangkap berkali-kali karena menentang Hamas sebelum perang.

    Namun dia mengatakan, kini  perbedaan pendapat menjadi lebih umum di sana.

    “Di Gaza, kebanyakan orang mengkritik apa yang dilakukan Hamas,” katanya.

    “Mereka melihat anak-anak hidup di tenda-tenda, dan menghina para pemimpin mereka sudah menjadi hal yang biasa. Namun Hamas mendapat banyak dukungan dari mereka yang berada di luar perbatasan Gaza, yang duduk di bawah AC di rumah mereka yang nyaman, yang tidak kehilangan seorang anak, rumah, masa depan, dan kaki.”

    Keputusasaan dan perang mengikis struktur sosial di Gaza, dan kendali Hamas tidak seperti dulu lagi.

    Empat perlima penduduk Gaza menjadi pengungsi, seringkali berpindah ke tempat penampungan sementara.

    Hukum dan ketertiban runtuh

    Kini, hukum dan ketertiban telah runtuh di beberapa tempat, sebagian akibat kebijakan Israel yang menargetkan pasukan keamanan Gaza.

    Israel tidak hanya menyasar pasukan keamanan internal resmi Hamas, tetapi juga polisi komunitas yang bertanggung jawab atas kejahatan jalanan.

    Saat kendali Hamas semakin berkurang, geng-geng kriminal bermunculan.

    Geng-gen itu menjarah lingkungan sekitar dan konvoi bantuan kemanusian.

    Perusahaan pengamanan swasta – beberapa dikelola oleh keluarga lokal yang berpengaruh – juga telah bermunculan.

    Salah satu staf organisasi bantuan yang beroperasi di Gaza menggambarkan “kekacauan di jalanan” dan “keadaan anarki”, dan mengatakan, ketertiban sipil telah runtuh total akibat kebijakan Israel.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berulang kali menyatakan akan melanjutkan perang sampai kemampuan militer dan pemerintahan Hamas hancur.

    Namun beberapa lembaga bantuan – di wilayah utara dan selatan Gaza – melaporkan adanya pemeriksaan rutin terhadap aktivitas mereka oleh para pejabat lokal Hamas.

    Sejumlah video yang beredar di media sosial juga menunjukkan pasukan keamanan tidak resmi Hamas menembak dan memukuli mereka yang tertangkap sedang menjarah.

    Salah satu sumber terpercaya BBC mengatakan, puluhan orang telah dibunuh Hamas dalam pertikaian berdarah dengan kelompok lokal lainnya, setelah pasukan Israel mundur dari satu daerah.

    Rasa takut mengeritik sudah berkurang

    Saat ini juga rasa takut untuk mengkritik para pemimpin Gaza mungkin sudah berkurang, namun rasa takut itu belum hilang.

    Karena itu masih sulit untuk mengukur secara akurat, di luar kesaksian sejumlah individu, terkait seberapa jauh perubahan dukungan terhadap kelompok (Hamas) itu.

    Beberapa warga, seperti Jihad Talab yang berusia 26 tahun, masih sangat mendukung Hamas.

    Dia mengungsi dari daerah Zeitoun di Kota Gaza bersama istri, anak perempuan, dan ibunya.

    Sekarang dia berlindung di Deir al Balah.

    Dia mengatakan, Hamas tidak bertanggung jawab atas penderitaan mereka.

    “Kami harus mendukung (Hamas) karena merekalah yang bekerja di lapangan, pihak yang memahami perjuangan ini – bukan Anda atau saya,” katanya.

    “Tuduhan kosong hanya menguntungkan pendudukan (Israel). Kami akan mendukungnya sampai napas terakhir kami.”

    Menyalahkan Israel

    Namin, sebuah jajak pendapat rutin yang dilakukan lembaga pemikir berbasis di Tepi Barat, yaitu Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina, mengklaim, sebagian besar masyarakat di Gaza masih menyalahkan Israel dan sekutunya atas perang tersebut, ketimbang Hamas.

    Survei terbaru pada Juni menunjukkan, hampir dua pertiga responden di Gaza merasa puas dengan Hamas – naik 12 poin dari Desember – dan menyatakan, hanya sekitar setengahnya yang masih lebih memilih Hamas untuk memerintah Gaza setelah perang berakhir, dibandingkan dengan pilihan lainnya.

    Melihat sekilas apa yang muncul di media dimana diblokade di Gaza tidak akan pernah bisa memberikan gambaran menyeluruh mengenai situasi yang ada.

    Para jurnalis internasional dilarang oleh Israel dan Mesir untuk melaporkan situasi di sana secara langsung.

    Hal yang jelas ialah Hamas masih sangat sensitif terhadap opini publik.

    Pesan-pesan yang mirip atau serupa sering muncul di platform media sosial tertentu untuk membenarkan tindakan mereka, sering kali sebagai tanggapan terhadap kritik yang muncul di Gaza.

    Pertanyakan target sandera perempuam

    Sebuah sumber yang akrab dengan Hamas mengatakan kepada BBC, ada jaringan internasional terorganisir mengoordinasikan pesan media sosial untuk Hamas.

    Sesudah sejumlah keluarga Israel merilis video yang menunjukkan momen penculikan tentara para perempuan oleh pihak Hamas pada 7 Oktober 2023, beberapa orang di Gaza mempertanyakan apakah menargetkan perempuan dalam perang sejalan dengan ajaran Islam.

    Sebagai tanggapan, beberapa akun media sosial pro-Hamas mengeluarkan pesan serupa menegaskan, tentara – baik laki-laki atau perempuan – ialah sasaran militer yang dibenarkan.

    Pesan-pesan itu mengatakan, unit militer para tentara perempuan Israel itu terlibat dalam penembakan pengunjuk rasa di Gaza dalam demonstrasi enam tahun lalu.

    Kritik terhadap Hamas tampak semakin tajam, dan perpecahan yang telah lama terpendam mengenai pemerintahan Hamas di Gaza menjadi jelas.

    Dari kehancuran akibat pertempuran Israel dengan Hamas, sebuah perang baru muncul: pertempuran untuk mengendalikan opini publik di Gaza. (P-KPS/jr) — foto ilustrasi istimewa

    - Advertisement -spot_img

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    - Advertisement -

    Terkini