PRIORITAS, 21/6/25 (Washington): Informasi terkini yang diterima Beritaprioritas, Sabtu (21/6/25) menyebutkan, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan, Iran hanya memiliki waktu maksimal dua minggu untuk menghindari kemungkinan serangan udara Amerika Serikat. Trump menyatakan itu pada Jumat (20/6/25) waktu setempat, atau Sabtu (21/6/25) pagi WIB.
“Saya memberi mereka jangka waktu, dan menurut saya dua minggu adalah waktu maksimal,” kata Trump kepada wartawan saat ditanya apakah ia dapat memutuskan untuk menyerang Iran.
Selanjutnya Trump menambahkan tujuannya ialah untuk melihat apakah orang-orang (pemimpin Iran) sadar atau tidak.
Adapun pernyataan Trump ini mengisyaratkan keputusan bisa saja diambil sebelum batas waktu dua minggu yang ia tetapkan sehari sebelumnya. Ia juga tampak mengabaikan inisiatif diplomasi dari Eropa, dengan menyebut akan sangat sulit untuk meminta Israel menghentikan serangannya.
“Iran tidak ingin berbicara dengan Eropa. Mereka ingin berbicara dengan kami. Eropa tidak akan dapat membantu dalam hal ini,” tandasnya.
Israel terus lancarkan serangan udara
Sementara itu, di tengah konflik, serangkaian ledakan mengguncang Teheran pada Jumat, saat Israel melanjutkan serangan udara besar-besaran yang diklaim sebagai upaya mencegah Iran membangun senjata nuklir.
Dari Tel Aviv dikhabarkan, Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar mengatakan, pihaknya berhasil menunda program nuklir Iran dua hingga tiga tahun melalui gelombang serangan terbaru.
“Kami akan melakukan apa pun yang dapat kami lakukan di sana untuk menghilangkan ancaman ini,” ujar Saar kepada surat kabar Jerman, Bild.
Di pihak lain, para diplomat Eropa dari Inggris, Prancis, dan Jerman bertemu dengan perwakilan Iran Abbas Araghchi di Jenewa. Mereka mendesak Iran untuk kembali ke meja perundingan dengan Amerika Serikat, meskipun serangan Israel masih berlangsung.
“Kami tidak siap untuk bernegosiasi dengan mereka (Amerika Serikat) lagi, selama agresi terus berlanjut.” kata Araghchi kepada NBC News.
Tidak minta Israel hentikan serangan
Sementara itu, Trump juga menegaskan tidak akan meminta Israel menghentikan serangan, bahkan jika hal itu dapat membuka kembali jalur negosiasi. “Jika seseorang menang, itu akan sedikit lebih sulit dilakukan,” ujarnya.
Adapun jika AS terlibat langsung, kemungkinan besar akan menggunakan bom penghancur bunker, yang dirancang untuk menghancurkan fasilitas pengayaan uranium bawah tanah, seperti di Fordo, Iran.
Situasi mencekam di Iran
Di pihak lain, di Teheran, situasi menjadi mencekam. Banyak toko tutup dan pasar sepi sejak Israel meluncurkan serangan pada Jumat (13/6/25), yang menargetkan fasilitas militer dan nuklir, tetapi juga menghantam kawasan permukiman. Iran membalas dengan serangkaian serangan rudal dan drone, yang menurut Israel telah menewaskan setidaknya 25 orang.
Dilaporkan, sebuah rumah sakit di Haifa, Israel, mengungkapkan, 19 orang terluka, seorang di antaranya dalam kondisi kritis, akibat serangan udara Iran terbaru. Israel menyebut telah diserang lebih dari 450 Rudal dan 400 drone hingga saat ini.
Kemudian, Iran mengeklaim serangan Israel telah menewaskan 224 orang, termasuk komandan militer, ilmuwan nuklir, dan warga sipil, meski angka tersebut belum diperbarui secara resmi.
Terpisah, LSM Kantor Berita Aktivis Hak Asasi Manusia yang berbasis di AS menyatakan, korban tewas di Iran mencapai 657 orang, termasuk 263 warga sipil, berdasarkan sumber lapangan dan laporan media.
Sedangkan militer Israel melaporkan mereka telah menghancurkan peluncur Rudal di Iran barat daya, serta pusat penelitian nuklir melalui serangan udara pada Jumat malam. Sirene serangan udara kembali terdengar di Israel setelah Rudal kembali diluncurkan dari Iran.
Di pihak lain, seorang pejabat Angkatan Laut AS mengonfirmasi, kapal induk ketiga akan dikerahkan ke wilayah Timur Tengah dalam pekan depan, menandai eskalasi militer besar-besaran dari pihak AS. (P-*r/Bst/jr)