PRIORITAS, 3/3/25 (Tel Aviv): Pemerintah Israel tidak mengijinkan semua bantuan untuk masuk ke Jalur Gaza terhitung sejak hari Minggu (2/3/25) waktu setempat atau Senin pagi (3/3/25) waktu Indonesia. Akibatnya ratusan truk yang membawa bantuan pangan dan peralatan pendukung medis tertahan di wilayah Mesir, dekat pintu masuk perbatasan Israel di Rafah.
Dalam masa kesepakatan Gencatan Senjata Tahap-I sejak 19 Januari lalu rata-rata 600 truk berisi bantuan masuk setiap harinya ke Gaza. Namun dengan ada pemblokiran ini, tidak ada satupun truk diperbolehkan masuk. Mereka dihadang tentara Israel di pintu Check Point perbatasan.
Pemblokiran bantuan ini dilakukan karena Hamas menolak perpanjangan ‘Gencatan Senjata Tahap I’, yang dikemukakan Israel sebagai gencatan senjata sementara, untuk memberi kesempatan warga Palestina melaksanakan Ramadan, serta Paskah bagi umat Kristen.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan Hamas tidak dapat lagi menikmati pasokan bantuan dan gencatan senjata, tanpa membebaskan para sandera Israel. “Tidak ada lagi makan siang gratis. Jika Hamas tidak membebaskan para sandera kami, akan ada konsekuensi lebih lanjut yang tidak akan saya sebutkan di sini”, tegasnya seperti dikutip Beritaprioritas.com dari Ynet, hari Senin (3/3/25)
Netanyahu juga mengungkapkan, selama ini Hamas telah mencuri bantuan-bantuan yang dibawa untuk penduduk Palestina di Jalur Gaza dan mengubahnya menjadi pendapatan bagi kelompok teror itu, sambil membuat warga sipil Palestina kelaparan dan tersiksa.
Amerika Serikat telah mengutus secara khusus Steve Witkoff, untuk memperpanjang gencatan senjata sebelumnya dengan Hamas, agar semua sandera dibebaskan. Gencatan senjata ini diusulkan berlaku selama bulan Ramadhan, untuk memberi kesempatan kepada umat muslim menjalankan puasa, serta berlaku hingga masa Paskah bagi umat Kristen di wilayah tersebut.
Ramadan di Timur Tengah termasuk jalur Gaza dimulai pada Jumat malam 28 Februari 2025, berlangsung hingga 29 Maret 2025. Sedangkan masa pra Paskah hingga Paskah dimulai 5 Maret berakhir pada 19 April 2025. Tetapi Hamas menolak dan tetap menuntut Israel berunding untuk Gencatan Senjata Tahap II, menuju penghentian total perang di Palestina.
AS dukung pemblokiran Israel
Amerika Serikat mendukung keputusan Israel memblokir bantuan ke Gaza. “Israel telah bernegosiasi dengan itikad baik sejak awal pemerintahan ini, untuk mengamankan pembebasan para sandera. Mengingat Hamas telah menyatakan tidak lagi mengupayakan gencatan senjata, kami akan mendukung keputusan Israel terkait langkah selanjutnya,” kata Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, Brian Hughes, hari Minggu.
Keputusan ini dapat menyebabkan jutaan warga Palestina terancam kelaparan. Kelaparan telah menjadi masalah selama perang bagi lebih dari 2,1 juta penduduk Gaza. Warga Gaza mengais-ngais sampah, dan mencari rumput liar yang bisa dimakan karena tidak ada persediaan makanan.
“Alat pemerasan,” kata Kementerian Luar Negeri Arab Saudi. “Tindakan hukuman kolektif yang sembrono,” kata Oxfam. Mediator utama Mesir menuduh Israel menggunakan “kelaparan sebagai senjata.”
Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, menuduh Israel bertanggung jawab atas kegagalan memulai negosiasi tahap kedua. Menurutnya, Israel hanya ingin membebaskan sandera yang tersisa di Gaza, sambil tetap membuka kemungkinan melanjutkan perang.
Sampai kini, Hamas baru membebaskan 33 sandera Israel. Sedangkan Israel sudah melepaskan lebih dari 2.000 tahanan Palestina. Menurut Israel, masih ada 59 sandera yang tersisa di Gaza, dengan 24 di antaranya diyakini masih hidup. Sementara Israel masih menahan ribuan warga Palestina di beberapa penjaranya.
Al Jazeera melaporkan dari Jalur Gaza, kemungkinan akan terjadi perang baru Israel-Hamas, karena tidak ada lagi kewajiban untuk mempertahankan gencatan senjata. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Minggu (2/3/25) juga sudah mengungkapkan perang antara Israel dan Hamas bakal berkobar kembali, pasca tidak ada titik temu kedua pihak untuk Gencatan Senjata Tahap II.(P-Jeffry W)