Salah satu lokasi yang menunjukkan reruntuhan bangunan akibat gempa dahsyat di Myanmar. (X – @mynews.dok)
PRIORITAS, 1/4/25 (Naypyidaw): Berdasarkan informasi update yang diterima Beritaprioritas.com, Selasa (1/4/25), terungkap, jumlah korban tewas akibat gempa dahsyat di Myanmar melampaui 2.000 orang, sementara ribuan lainnya masih hilang atau terluka.
Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, sistem layanan kesehatan di negara itu kewalahan akibat lonjakan korban luka.
Sebagaimana dikutip dari Guardian, rumah sakit di daerah terdampak kekurangan pasokan medis, anestesi, darah, dan dukungan kesehatan mental.
Sedangkan menurut Junta Myanmar, gempa yang terjadi pada Jumat (28/3/25) lalu telah menyebabkan 2.056 korban jiwa.
Disebutkan, tercatat 270 orang masih dinyatakan hilang dan 3.900 lainnya mengalami luka-luka.
Korban tewas bisa lebih 10.000
Tetapi, Badan Survei Geologi AS (USGS) memperkirakan jumlah korban tewas bisa melebihi 10 ribu jiwa.
Dan dilaporkan pula, setidaknya, tiga rumah sakit hancur dan 22 lainnya mengalami kerusakan.
Kemudian, WHO pun telah mengeluarkan permohonan bantuan darurat sebesar USD8 juta (Rp132,4 miliar) untuk menangani krisis ini.
Masa berkabung nasional
Sementara itu, Myanmar telah mengumumkan masa berkabung nasional selama satu minggu, dengan bendera dikibarkan setengah tiang. Gempa ini telah menyebabkan kerusakan parah pada berbagai infrastruktur, termasuk rumah, sekolah, tempat ibadah, hotel, dan rumah sakit.
Dilaporkan, relawan penyelamat masih bekerja keras membebaskan korban dari reruntuhan bangunan.
Dari Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, juga dilaporkan, ribuan warga terpaksa tidur di jalanan selama tiga malam berturut-turut.
Sedangkan isi rumah sakit terbesar di kota itu telah dievakuasi, dengan ratusan pasien dirawat di luar gedung. Seorang pejabat masjid setempat menyebut, situasi begitu parah hingga sulit digambarkan.
Di sebuah biara di Mandalay, sebanyak 50 biksu ditemukan tewas, sementara 150 lainnya masih hilang. Komunikasi dengan banyak wilayah terdampak terganggu akibat perang sipil yang masih berlangsung.
Pemerintah Myanmar, yang biasanya tertutup dari dunia luar, kali ini meminta bantuan internasional karena besarnya skala bencana. Bantuan dari Tiongkok, Rusia, India, Thailand, Malaysia, dan Singapura mulai berdatangan.
Tetapi, tim penyelamat dari Taiwan yang telah bersiap memberikan bantuan belum mendapat izin masuk. Hal tersebut diduga karena alasan diplomatik untuk menghindari ketegangan dengan Tiongkok. (P-me)