PRIORITAS, 11/7/25 (Osaka): Pemerintah Indonesia meminta tiga produsen otomotif asal Jepang—Daihatsu, Suzuki, dan Toyota—untuk tidak menaikkan harga kendaraan dan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap tenaga kerja di Indonesia.
Permintaan itu disampaikan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita saat bertemu para prinsipal ketiga produsen tersebut dalam World Expo 2025 di Paviliun Indonesia, Kamis (11/7/25). Pertemuan itu berlangsung di tengah tekanan nyata pada industri otomotif nasional selama semester pertama 2025.
Data Kemenperin menyebut penjualan mobil roda empat di Indonesia pada Januari–Juni 2025 hanya mencapai 374.741 unit. Penjualan itu turun 35.279 unit atau 8,60 persen dari periode yang sama tahun 2024 yang mencatat 410.020 unit.
Penurunan tersebut menjadi sinyal awal dari risiko lanjutan di sektor otomotif. Pemerintah menyadari dampaknya dapat menyentuh daya beli masyarakat dan kestabilan lapangan kerja nasional.
“Maka itu, saya secara khusus meminta agar tidak ada kenaikan harga mobil dan tidak ada PHK di Indonesia. Ini penting demi menjaga daya beli masyarakat dan menjaga lapangan kerja di sektor otomotif, yang merupakan salah satu penopang industri nasional,” ujar Agus, seperti dikutip Beritaprioritas dari CNBCIndonesia.com, Senin (14/7/2025).
Industri besar, tapi rapuh?
Industri otomotif Indonesia terdiri dari 32 pabrikan kendaraan roda empat. Kapasitas produksi mereka mencapai 2,35 juta unit per tahun. Industri ini menyerap hingga 69.390 tenaga kerja dan mengumpulkan investasi senilai Rp143,91 triliun.
Namun angka besar itu tidak menjamin stabilitas. Gejolak pasar justru mulai terasa dari segmen kendaraan niaga ringan. Suzuki Motor Corporation mengeluhkan penurunan signifikan penjualan produk andalannya, Suzuki Carry.
“Kami sangat terdampak pada kendaraan niaga ringan, namun tidak berencana melakukan PHK,” ujar Chairman Suzuki Motor Corporation, Osamu Suzuki.
Pemerintah RI menyatakan sedang mengevaluasi sejumlah kebijakan untuk mendorong kembali permintaan kendaraan niaga. Menurut Menperin Agus, upaya yang sedang dikaji mencakup pembelian kendaraan oleh pemerintah daerah dan pemberian insentif fiskal kepada UMKM.
Namun hingga kini belum ada regulasi atau insentif baru yang resmi diumumkan. Pemerintah belum menetapkan tenggat waktu atau skema konkret yang bisa langsung diimplementasikan oleh pelaku industri.
Pemerintah menilai Indonesia tetap menjadi pasar otomotif yang strategis. Namun, imbauan tanpa instrumen konkret sulit menjawab tekanan ekonomi yang sedang berlangsung.
“Pasar otomotif Indonesia sangat potensial. Jangan sampai kehilangan momentum hanya karena kenaikan harga atau pengurangan tenaga kerja yang bisa memicu efek domino,” ucap Menperin Agus.
Dengan janji pabrikan untuk menahan PHK dan tidak menaikkan harga, serta komitmen pemerintah yang masih dalam tahap evaluasi, publik kini dihadapkan pada satu pertanyaan utama: benarkah semua pihak siap menjaga industri tetap stabil? (P-Khalied Malvino)