PRIORITAS, 24/6/25 (Garut): Perusahaan mana yang bisa bertahan puluhan tahun tanpa memecat satu pun karyawan? Di tengah gelombang PHK, efisiensi, dan otomatisasi, cerita ini terdengar mustahil.
Tapi di Garut, sebuah pabrik cokelat justru membuktikan yang sebaliknya—dan kisahnya dimulai dari satu keputusan berani tujuh dekade lalu.
Tak banyak yang tahu, SilverQueen bukan merek luar negeri. Pabrik yang memproduksi cokelat ini berdiri sejak era kolonial, lalu berpindah ke tangan pengusaha keturunan Tionghoa, Ming Chee Chuang.
Sesudaah membeli pabrik NV Ceres dari pemilik Belanda, Chuang mengganti nama perusahaan menjadi PT Perusahaan Industri Ceres. Ia mulai memproduksi biskuit wafer bernama Ritz.
Namun masalah muncul saat merek Ritz diklaim oleh perusahaan luar negeri. Meski demikian, Chuang tidak menyerah. Ia tetap bertahan dan mencari terobosan baru.
Kecintaan konsumen
Mengutip Beritasatu.com, Chuang bereksperimen dengan mencampur cokelat dan kacang mede. Hasilnya? Batangan cokelat khas yang tahan panas dan digemari masyarakat tropis.
SilverQueen resmi diluncurkan di awal 1950-an. Popularitasnya meroket setelah menjadi camilan resmi di Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung.
Presiden Soekarno disebut memilih SilverQueen sebagai bagian dari sajian nasional. Sejak itu, merek ini tak hanya laris, tapi juga identik dengan kebanggaan lokal.
Seiring berjalannya waktu, anak-anak Chuang—John dan Joseph—mendirikan Petra Food di Singapura. Mereka membawa SilverQueen ke pasar internasional bersama merek lain seperti Delfi dan Chunky Bar.
Karyawan bukan mesin
SilverQueen tumbuh bersama karyawannya. Selama 75 tahun, perusahaan ini tidak pernah melakukan PHK massal, bahkan saat krisis ekonomi melanda.
“PHK itu pilihan terakhir. Karyawan itu juga akan baik, kalau perusahaannya baik,” kata pendiri SilverQueen, Ming Chee Chuang, dalam arsip wawancara perusahaan.
Karyawan SilverQueen menyebut hubungan mereka dengan manajemen terasa seperti keluarga. Tak ada ketakutan akan pemutusan kerja tiba-tiba.
Prinsip ini menjadikan loyalitas tinggi di antara para pekerja. Perusahaan pun mampu menjaga stabilitas produksi selama puluhan tahun.
Diterpa badai
Di saat banyak pabrik tutup karena pandemi dan efisiensi, SilverQueen justru tetap berdiri kokoh. Tanpa PHK, tanpa relokasi.
Kepemimpinan perusahaan tetap mempertahankan nilai-nilai awal. Tak ada pemangkasan besar-besaran. Tak ada strategi efisiensi yang memangkas sumber daya manusia.
Langkah ini membuahkan citra positif di mata publik. Konsumen tidak hanya mencintai produknya, tapi juga menghormati prinsip yang dipegang perusahaan.
SilverQueen tak hanya menjual cokelat, tapi juga kisah integritas, ketekunan, dan penghargaan terhadap manusia di balik produksi. (P-*r/Khalied Malvino)