30.5 C
Jakarta
Saturday, June 21, 2025

    Terkait revisi UU Penyiaran, pemerintah tetap junjung tinggi kebebasan pers

    Terkait

    PRIORITAS, 21/6/25 (Jakarta): Pemerintah tetap menjunjung tinggi prinsip kebebasan pers dan tidak ingin revisi undang-undang penyiaran justru mengekang redaksi. Demikian informasi yang diterima Beritaprioritas.com, Sabtu (21/6/25).

    “Revisi undang-undang penyiaran lagi dibahas di DPR, dan kita berharap pembahasannya juga bisa cepat, dan merangkum persoalan-persoalan yang sedang dialami oleh industri media sekarang ini,” ungkap Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria di Jakarta Jumat (20/6/25).

    Lewat Forum Pemred (FP) Talks bertajuk “RUU Penyiaran: Peran Negara Menjamin Keadilan Ekosistem Media” pada Kamis (19/6) di Antara Heritage Center, Jakarta, Nezar mengatakan pemerintah berkomitmen menjaga keberlanjutan industri media sekaligus memastikan regulasi yang ada tidak mengekang kebebasan jurnalistik.

    Masukan publik

    Sementara anggota Komisi I DPR Nurul Arifin dalam forum itu menyampaikan proses legislasi RUU Penyiaran masih terbuka terhadap berbagai masukan publik.

    “Kami di DPR ingin mendengarkan semua pandangan, terutama dari komunitas pers dan media, agar regulasi ini bisa adil, akuntabel, dan tidak represif,” ujarnya.

    Bahkan Nurul juga menyoroti perbedaan definisi penyiaran konvensional dengan konten digital seperti konten dalam layanan over-the-top (OTT) seperti Netflix, YouTube, dan TikTok yang belum sepenuhnya diakomodasi dalam regulasi saat ini.

    “Jadi kita ingin supaya ini cepat terealisasi undang-undangnya cepat selesai, dan masih ada PR oleh karena itu kami akan sesegera mungkin mengundang platform digital yang besar, seperti YouTube, Netflix, dan TikTok, supaya kita menemukan satu kesepakatan, dan ini bisa dimasukkan juga ke dalam rancangan undang-undang penyiaran,” urainya.

    Sementara perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Utama Kementerian Hukum Onnie Rosleini mengatakan Kementerian Hukum juga menekankan pentingnya kejelasan definisi dalam RUU Penyiaran.

    Dikatakannya, batas antara penyiaran dan platform digital perlu dijelaskan agar tidak terjadi tumpang tindih regulasi dengan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

    Sedangkan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat I Made Sunarsa menjelaskan lembaganya selama ini hanya punya kewenangan mengatur lembaga penyiaran konvensional.

    “KPI tidak punya kewenangan mengatur konten digital seperti YouTube. Jadi perlu kehati-hatian dalam menentukan batas pengawasan,” jelasnya. (P-*r/Armin M)

     

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    Terkini