PRIORITAS, 1/7/25 (Jakarta): Fraksi PDI Perjuangan di Komisi X DPR dengan tegas meminta pemerintah menghentikan proyek penulisan ulang sejarah nasional yang digagas Kementerian Kebudayaan.
Permintaan ini disampaikan menyusul meningkatnya penolakan dari publik dan sejumlah sejarawan yang menilai proyek tersebut tidak transparan dan cenderung sepihak.
Wakil Ketua Komisi X DPR Esti Wijayati menyatakan proyek tersebut telah menimbulkan keresahan di kalangan akademisi dan masyarakat yang merasa dilangkahi.
“Kami meminta dengan tegas, stop penulisan ini karena sudah menimbulkan polemik dan melukai banyak orang,” ujar Esti di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Senin (30/6/25).
Sebagai tindak lanjut atas polemik yang berkembang, Fraksi PDIP mencermati proses penyusunan naskah sejarah yang dinilai tidak melibatkan ahli secara proporsional.
Banyak sejarawan mundur
Disebut Esti, sejumlah sejarawan bahkan mengundurkan diri dari tim penulis karena tidak sepakat dengan arah kebijakan yang ditetapkan kementerian.
“Banyak sejarawan keluar dari tim. Berarti di situ banyak persoalan,” tegasnya, seperti dikutip Beritaprioritas dari Beritasatu, Selasa (1/7/25).
Berangkat dari situasi tersebut, PDIP menilai proyek ini menyimpang dari prinsip dasar penulisan sejarah yang seharusnya berbasis fakta dan konsensus akademik.
Selain itu, fraksi menyoroti potensi penulisan sejarah menjadi alat politik jika dilakukan tanpa pengawasan publik yang memadai.
Komisi X, lanjut Esti, menegaskan sejarah bukan milik kekuasaan melainkan rekam jejak bangsa yang harus ditulis dengan partisipasi luas dan kehati-hatian penuh.
“Kami tegaskan, Fraksi PDI Perjuangan Komisi X menyatakan stop penulisan sejarah ini sampai bisa kita diskusikan kembali secara terbuka,” ucapnya.
Sehubungan dengan itu, Komisi X DPR telah menjadwalkan rapat kerja bersama Menteri Kebudayaan guna memperoleh penjelasan resmi mengenai arah dan metode proyek tersebut.
Esti menekankan, keterbukaan dan partisipasi publik merupakan syarat mutlak dalam setiap proyek sejarah yang berdampak pada kesadaran kolektif bangsa.
“Ini bukan soal teknis semata, tapi sudah menyentuh hal-hal prinsip,” pungkasnya. (P-Khalied Malvino)