PRIORITAS, 17/5/24 (Jakarta) : Upaya pemulihan kerugian negara yang terjadi karena penegakan hukum tidak semata-mata hanya sebagai pelaksana undang-undang, tapi harus memenuhi tujuan hukum itu sendiri yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Hal disampaikan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin saat menjadi pembicara kunci pada Seminar Nasional bertajuk “Optimalisasi Sinergi Kejaksaan RI dan Kementerian BUMN untuk Kepentingan Penegakan Hukum dalam Penyelamatan Aset BUMN” dalam rangka Dies Natalis Ke-43 Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman di Purwokerto, Kamis (16/5/24).
Kemudian menyangkut soal program bersih-bersih BUMN, Jaksa Agung menegaskan komitmen lembaganya mengawal program tersebut. “Saya teguhkan dan tegaskan kembali komitmen Kejaksaan RI untuk turut mengawal program bersih-bersih BUMN, agar terwujud BUMN yang modern, andal, sebagai tulang punggung pembangunan nasional menyongsong Indonesia Emas 2045,” kata Burhanuddin dalam keterangannya diterima di Jakarta.
Orang nomor satu di Korps Adhyaksa itu menuturkan, BUMN merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.
BUMN, kata dia, memegang peranan ganda yang saling terikat dan tidak dapat dipisahkan, yaitu BUMN sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam perekonomian kerakyatan yang harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat sekaligus sebagai badan usaha yang bertugas untuk memperoleh keuntungan.
Selain itu, bahwa BUMN juga mempunyai peranan strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi.
“BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen, dan hasil privatisasi,” katanya dikutip dari Antara.
Berbicara mengenai penegakan hukum dan BUMN, Burhanuddin mengungkapkan bahwa potensi tindak pidana yang muncul ialah korupsi.
Unsur utama yang menentukan terjadi atau tidaknya korupsi adalah keberadaan unsur kerugian negara. Unsur ini merupakan salah satu kunci utama sukses tidaknya upaya perampasan dan pengembalian aset perolehan hasil korupsi di Indonesia, khususnya dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan.
Dikatakannya, kerugian negara dalam lingkup BUMN ini terkait dengan harta kekayaan atau aset BUMN, hingga saat ini pun masih terjadi perdebatan mengenai hal ini. “Di satu sisi, ada yang melihat hal itu merupakan kekayaan yang dipisahkan. Di sisi lain, hal itu merupakan kekayaan negara,” ujarnya.
Kemudian, dalam penanganan tindak pidana korupsi yang melibatkan BUMN, Burhanudein mengatakan perlu dilakukan dengan penuh kehati-hatian terutama dalam menetapkan kerugian keuangan BUMN maupun anak perusahaan BUMN yang menjadi bagian dari kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi.
Menurut dia, kerugian yang dialami oleh BUMN tidak selamanya harus diartikan sebagai bagian dari tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara.
Sementara itu, mengenai aset negara yang berkaitan dengan kewenangan Kejaksaan, hal ini tertuang dalam Pasal 30A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menyebutkan “Dalam pemulihan aset, Kejaksaan berwenang melakukan kegiatan penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak”.
“Optimalisasi asset recovery menjadi upaya strategis Kejaksaan untuk menyelamatkan dan memulihkan kerugian negara,” ujarnya.
Dalam rangka penyelamatan dan pemulihan kerugian negara, Kejaksaan menggunakan instrumen hukum pidana dan perdata. Penggunaan instrumen hukum pidana melalui proses penyitaan, perampasan, penjatuhan pidana denda, dan/atau pidana tambahan uang pengganti.
Sedangkan, instrumen hukum perdata melalui gugatan perdata oleh Jaksa Pengacara Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 32, 33, dan 34 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 38C Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk menunjang pelaksanaan kewenangan Kejaksaan dalam pemulihan aset yang diamanatkan oleh Pasal 30A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Pusat Pemulihan Aset dinaikkan statusnya menjadi Badan Pemulihan Aset. “Badan Pemulihan Aset memiliki peran yang strategis dalam pemulihan aset,” ucapnya.
Peran strategi itu, kata dia, karena untuk menjaga nilai ekonomis dari aset agar tidak mengalami penurunan yang signifikan saat dikembalikan untuk pemenuhan kerugian negara, korban, dan pihak yang berhak lainnya.
“Namun, melalui pembentukan Badan Pemulihan Aset ini, tanggung jawab Kejaksaan semakin besar, karena dituntut untuk dapat menjadi central authority atau leading sector dalam pemulihan dan perampasan aset di Indonesia,” tutur Burhanuddin.
Berkaitan dengan BUMN dan aset negara, lanjut Burhanudein, Kejaksaan Agung tengah menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT TIMAH, Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022 dengan kerugian negara diperkirakan mencapai triliunan rupiah.
Program bersih-bersih BUMN yang diinisiasi oleh Menteri BUMN sebagai bentuk dukungan Kejaksaan dalam memperbaiki tata kelola BUMN. Dukungan ini tidak sekadar dalam membenahi BUMN dari segi bisnis, melainkan juga aspek hukum baik melalui langkah preventif hingga represif yang merupakan bagian dari transformasi BUMN.
“Program bersih-bersih BUMN ini sangat kami dukung, untuk menghindari dan mengatasi dampak terjadinya fraud yang berujung terjadinya tindak pidana korupsi dalam lingkup BUMN karena akan sangat berdampak bagi tidak tercapainya tujuan pembangunan nasional,” kata Burhanuddin.
Hingga saat ini, program bersih-bersih BUMN telah diijalankan dengan optimal dan berhasil membongkar kasus-kasus besar yang merugikan keuangan negara, dalam hal ini terkait dengan aset atau kekayaan negara dalam BUMN yakni Jiwasraya yang nilainya Rp16,8 triliun, Garuda Rp8,8 triliun, Waskita Rp2,5 triliun, ASABRi Rp22,8 triliun dan masih ada beberapa perkara lagi yang sedang ditangani.
“Pengungkapan kasus di BUMN oleh Kejagung kami anggap sebagai bukti konkret keseriusan pemerintah dalam membenahi perusahaan plat merah untuk kembali ke tujuan awalnya yaitu untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,” ujar Burhanuddin.
Dia menambahkan, hasil pengungkapan kasus-kasus korupsi jumbo dengan kejaksaan juga berimbas tidak hanya pada BUMN yang asetnya telah kita selamatkan. Tapi juga pada Kejaksaan yang kini mendapatkan kepercayaan sebagai lembaga penegak hukum paling dipercaya oleh masyarakat. (P-ANT/wl)