PRIORITAS, 14/9/25 (Gaza): Informasi terkini menyebutkan, dalam beberapa hari terakhir, Israel meningkatkan serangan di Kota Gaza. Sejumlah gedung tinggi dihancurkan dengan dalih digunakan Hamas sebagai pusat pengawasan.
Dilaporkan, Kota Gaza kembali menjadi pusat perhatian dunia setelah serangan udara Israel menewaskan sedikitnya 32 orang, termasuk 12 anak-anak.
Berdasarkan laporan medis dari Rumah Sakit Shifa menyebutkan, jenazah para korban telah dibawa ke kamar mayat, sementara ribuan warga Palestina lainnya terus menghadapi tekanan untuk mengungsi.
Disebutkan, pada Sabtu (13/9/25), militer Israel mengonfirmasi serangan terhadap gedung lain yang disebut sebagai fasilitas Hamas. Serangan ini menjadi bagian dari operasi besar untuk merebut Kota Gaza, yang dianggap sebagai benteng terakhir Hamas.
Penderitaan warga sipil bertambah
Akan tetapi, di balik operasi militer ini, penderitaan warga sipil semakin bertambah. Ratusan ribu orang masih bertahan di Kota Gaza, sebagian besar dalam kondisi kelaparan.
Adapun serangan di lingkungan Sheikh Radwan pada dini hari menewaskan satu keluarga beranggotakan 10 orang, termasuk seorang ibu dan tiga anaknya.
Pemain sepak bola tewas
Sementara itu, Asosiasi Sepak Bola Palestina juga melaporkan kematian pemain Al-Helal Sporting Club, Mohammed Ramez Sultan bersama 14 anggota keluarganya. Rekaman video memperlihatkan ledakan besar diikuti asap pekat.
Di tempat Tel Aviv, keluarga para sandera Israel berunjuk rasa. Mereka mendesak pemerintah segera menempuh kesepakatan pembebasan orang-orang yang mereka cintai.
Dilaporkan, Einav Zangauker, ibu dari sandera Matan Zangauker, menyebut upaya Israel menyerang pemimpin Hamas di Qatar sebagai “kegagalan spektakuler”. Kritik juga muncul terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang dinilai justru menghambat proses negosiasi.
Adapun situasi semakin pelik ketika tentara Israel kembali menginstruksikan warga Palestina di Kota Gaza untuk mengungsi ke wilayah selatan.
Sampai hari ini, lebih dari 250.000 orang dilaporkan telah meninggalkan kota, meski angka PBB lebih rendah, sekitar 100.000 orang. Biaya pindah yang mahal membuat banyak keluarga terjebak, sementara wilayah selatan sendiri sudah penuh sesak dan dinilai tidak aman.
Sementara itu, PBB memperingatkan upaya pemindahan massal ini akan memperparah krisis kemanusiaan. Lebih dari 86.000 tenda bantuan masih tertahan dan belum diizinkan masuk ke Gaza.
Disebutkan, dalam 24 jam terakhir saja, tujuh warga termasuk anak-anak meninggal akibat kekurangan gizi, menambah jumlah korban menjadi 420 jiwa sejak awal perang, dengan 145 di antaranya adalah anak-anak.
Berawal dari serbuan Hamas
Sebagaimana diketahui, perang di Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, ketika kelompok Hamas menyerbu Israel selatan dan menculik 251 orang. Serangan itu menewaskan sekitar 1.200 orang, mayoritas warga sipil.
Lalu sebagai balasan, Israel melancarkan serangan militer besar-besaran yang hingga kini telah menewaskan sedikitnya 64.803 warga Palestina.
Pihak Kementerian Kesehatan Gaza menyebut hampir separuh korban ialah perempuan dan anak-anak. Selain itu, sekitar 90 persen dari dua juta penduduk Gaza kini telah kehilangan tempat tinggal akibat kehancuran kota-kota besar.
Sementara itu, keluarga sandera yang masih tertahan di Gaza terus memohon agar Israel menghentikan serangan karena mereka khawatir orang-orang tercinta akan ikut menjadi korban. Hingga kini, diperkirakan masih ada 48 sandera, dengan sekitar 20 di antaranya diyakini masih hidup. (P-*r/Bst/jr)
No Comments