PRIORITAS, 6/7/24 (Jakarta): Ada pergerakan positif rupiah yang terpantau bergairah di hadapan dolar Amerika Serikat sepanjang pekan ini.
In8bmelanjutkan penguatannya pada pekan lalu karena membaiknya sentimen pasar global dan dalam negeri.
Refinitiv melansir, pada pekan ini rupiah menguat 0,58 persen secara point-to-point (ptp) dihadapan dolar Amerika Serikat (AS), memperpanjang penguatannya pada pekan lalu.
Kemudian pada perdagangan Jumat (5/7/24) kemarin, rupiah ditutup menguat 0,31 persen di level Rp15.990/US$.
Sentimen kenaikan cadangan devisa
Membaiknya sentimen pasar global dan di dalam negeri menjadi amunisi rupiah untuk bergerak lebih stabil pada pekan ini. Meski begitu, rupiah masih belum mampu untuk mendekati level psikologis Rp16.000/US$.
Sentimen pasar penopang rupiah pada akhir pekan ini yakni dari kenaikan cadangan devisa (Cadev) Tanah Air pada Juni lalu. Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa RI pada Juni lalu mencapai US$140,2 miliar, naik sebesar US$1,2 miliar.
Asisten Gubernur BI, Erwin Haryono mengatakan, kenaikan posisi cadangan devisa tersebut dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, di tengah kebutuhan stabilisasi nilai tukar rupiah sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
“Posisi cadangan devisa pada akhir Juni 2024 setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” kata Erwin, Jumat (5/7/24).
BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Hal ini tentu disambut positif oleh pelaku pasar mengingat dengan besarnya Cadev, tekanan terhadap rupiah dapat diredam atau distabilisasi.
Data ekonomi AS
Sementara pada pekan ini, data ekonomi dan tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang mulai mendingin dan optimisme pasar global akan pemangkasan suku bunga acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membuat rupiah kembali stabil.
Dalam risalah pertemuan The Fed edisi Juni mengakui perekonomian AS tampaknya melambat dan “tekanan harga berkurang”, namun tetap menyarankan pendekatan wait and see sebelum melakukan penurunan suku bunga.
The Fed masih memerlukan lebih banyak data sebelum memangkas suku bunga untuk memastikan bahwa inflasi yang lebih lemah baru-baru ini memberikan gambaran sebenarnya tentang apa yang terjadi pada tekanan harga.
“Kami hanya ingin memahami bahwa tingkat yang kami lihat adalah gambaran sebenarnya tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan inflasi,” kata Ketua The Fed, Jerome Powell pada konferensi kebijakan moneter di Portugal yang disponsori oleh Bank Sentral Eropa.
Meski begitu, pelaku pasar global semakin yakin bahwa The Fed dapat memangkas suku bunga acuannya sebanyak dua kali pada tahun ini.
Berdasar data perangkat FedWatch, pemangkasan pertama terjadi pada pertemuan September sebesar 25 basis poin menjadi 5,00 – 5,25 perseb. Peluangnya sebesar 59,9 persen. Kemudian pada pertemuan Desember akan terjadi pemangkasan suku bunga sekali lagi sebesar 25 basis poin ke 4,75 – 5,00 persen. (P-CNBCi/jr) — foto ilustrasi istimewa